Selasa, 17 Mei 2016

LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)

Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia . Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September2004 . Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam efek bola salju tersebut saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya program penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang independen.
Fungsi dan Peranan Lembaga Penjamin Simpanan
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember2006 , rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.
LPS juga turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administratif.
Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap bank.
Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;
2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari bank; dan
3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut
Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.
Peranan Nyata Lembaga Penjamin Simpanan
Pada sub bab ini, kami mengambil satu contoh nyata dari peranan LPS akhir-akhir ini yaitu pada kasus bank century.
Setelah pailitnya century, LPS membertikan aliran dana kepada Cetury. Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century atau secara teknis disebut sebagai
penyertaan modal sementara (PMS) yang dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai sejumlah Rp 6,7 triliun adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang dilakukan oleh
Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan , Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini termasuk bank gagal dalam dampak sistemik, untuk saat sekarang Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) masih berada dalam naungan lingkup kerja pada Bank Indonesia (BI). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Bank Century diubah nama menjadi Bank Mutiara
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan pembayaran bagi dana masyarakat berkaitan dengan produk-produk jasa perbankan tetapi dalam pengucuran dana pada Bank Century akhirnya justru menimbulkan polemik politik dibandingkan dengan penegakan hukum bahkan pada tanggal 30 November2009 dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Mustar Bona Ventura dan Ferdi Simaun, aktivis
Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) menyebutkan sejumlah nama yang dikatakan ikut menerima sejumlah aliran dana dari pengucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century dan dengan tanpa menyebutkan sumber data hanya dikatakannya sebagai data-data yang diumumkan berdasarkan dari jaringan aktivis Jakarta, Bandung, Cianjur dan Bogor, keesokan harinya sejumlah nama yang disebutkan melakukan pelaporan pada Polda Metro Jaya terhadap apa yang dikatakan sebagai berita fitnah dan pencemaran nama baik. Presiden SBY ikut menyatakan bahwa tidak pernah ada temuan itu dan silakan cek dari kebenaran berita itu, berita itu merupakan fitnah luar biasa dan perlu diselesaikan supaya keadilan ditegakkan dan masih menurut presiden, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan sebenar-benarnya soal kasus Bank Century. Presiden mendukung proses supaya persoalan yang mendapat perhatian luas publik itu terbuka secara terang dan jelas, saya prihatin dengan berita yang beredar yang tidak berlandaskan kebenaran. saya nilai berita itu fitnah. berita itu sudah keterlaluan.
Kehebohan politik berujung pada tanggal 1 Desember2009 dalam Sidang Paripurna Pengesahan Panitia Hak Angket Bank Century terhadap usulan penggunaan Hak Angket DPR yang diusulkan oleh 503 Anggota DPR tersebut disahkan dan disetujuinya penggunaan hak angket untuk mengungkap skandal Bank Century dengan didukung oleh seluruh fraksi yang berada di DPR yakni 9 Fraksi. dengan fokus penyelidikan angket
1. Mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail out) Rp 6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata.
2. Mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri ketika itu, Komjen Susno Duadji, dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadi konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah.
3. Menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Bank Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna). Sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, misalnya politik, melalui skenario bail out bagi Bank Century.
4. Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan saat menerima bail out, bank ini dalam status pengawasan khusus. Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunyai dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan.
5. Mengetahui seberapa besar kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus bail out Bank Century dan sejumlah kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab lain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan perioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya, uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Hasil penggunaan hak konstitusional Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ) yang seharusnya menghasilkan secara tegas dengan menyatakan dalam sebuah pendapat keadaan hasil pernyelidikan parlemen tidak pula membuahkan kejelasan hasil pengungkapkan bukti-bukti atau temuan-temuan yang didapat dalam persidangan-persidangan dengan menyatakan pendapat konstitusional sebagai terbukti atau tidak terbukti ini tidak terjadi malahan memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kepolisian dan kejaksaan agar menindak lanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK ) yang sebenarnya merupakan bidang kerja dari
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN DPR) dan kemudian oleh presiden dalam dalam pidatonya mengatakan sebagai praktik- praktik buruk yang penuh prasangka jahat demikian. Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa memerlukan pertalian sosial yang merupakan modal untuk kerja bersama di segala bidang. Modal sosial itu kuat apabila kita membangun sikap saling percaya mempercayai dan sikap saling hormat menghormati. Modal sosial itu melemah apabila kita hidup dengan dasar saling mencurigai, apalagi saling memfitnah.
Sumber:
evaoktafikasari.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-lembaga-penjamin.html?m=1
http://www.kompasiana.com/channel/ekonomi

OJK (Otoritas Jasa Keuangan)


Fungsi, Tugas, dan wewenang OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dengan keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
OJK bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Kegiatan OJK yang bersifat mengatur (regulative) dan mengawasi (controlling) jasa keuangan pada lembaga perbankan terutama berkaitan dengan :
• Perizinan untuk mendirikan bank; pembukaan kantor bank; penyusunan anggaran dasar dan rencana kerja bank; kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia di bank; merger, konsolidasi dan akuisisi bank; serta pencabutan izin usaha bank.
• Kegiatan usaha bank, antara lain, sumber dana, penyediaan dana, dan produk atau jasa yang ditawarkan.
• Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi likuiditas (kemampuan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek), rentabilitas (kemampuan menghasilkan laba), solvabilitas (kemampuan untuk melunasi seluruh utang dengan menggunakan seluruh aset yang dimiliki), kualitas aset, rasio kecukupan modal, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing) dan standar akuntansi publik.
• Pengaturan dan pengawasan terhadap penerapan prinsip kehati-hatian, meliputi manejemen resiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan, serta pemeriksaan bank.
Dalam hal pengaturan, OJK memiliki wewenang :
• Menetapkan peraturan pelaksanaan dari UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;
• Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
• Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola pada Lembaga Jasa Keuangan;
• Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; serta
• Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Sedangkan dalam hal pengawasan, OJK mempunyai wewenang :
• Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
• Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif (anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner);
• Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
• Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
Melakukan penunjukan pengelola;
Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
Memberikan dan/atau mencabut izin usaha; izin orang perseorangan; efektifnya pernyataan pendaftaran; surat tanda terdaftar; persetujuan melakukan kegiatan usaha; pengesahan; persetujuan atau penetapan pembubaran; dan penetapan lainnya.
Untuk melaksanakan kegiatannya, OJK mempunyai asas-asas tertentu yang dijadikan pedoman yaitu :
a) Asas Independensi, mengatur tentang sifat kemandirian OJK dalam melaksanakan kegiatannya
b) Asas Kepastian Hukum, bahwa OJK senantiasa berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan kegiatannya.
c) Asas Kepentingan Umum, yakni semua kegiatan OJK dimaksudkan untuk melindungi dan memajukan kepentingan umum.
d) Asas Profesionalitas, ialah pelaksanaan tugas dan wewenang secara profesional, tanpa keberpihakan.
e) Asas Integritas, dimana OJK selalu berpegang teguh pada nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambilnya.
f) Asas Keterbukaan, yang menegaskan perlunya diberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengetahui kinerja OJK.
g) Asas Akuntabilitas, bahwa semua kegiatan dari OJK dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga berwenang dan masyarakat.
Sumber:
Inline-infoonline.blogspot.com/2015/03/fungsi-tugas-dan-wewenang-ojk.html?m=1