Perang Dunia I
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Dunia I (
PDI) adalah sebuah
perang global terpusat di
Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut
Perang Dunia atau
Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya
Perang Dunia II pada tahun 1939, dan
Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua
kekuatan besar dunia,
[5] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu
Sekutu (berdasarkan
Entente Tiga yang terdiri dari
Britania Raya,
Perancis, dan
Rusia) dan
Blok Sentral (terpusat pada
Aliansi Tiga yang terdiri dari
Jerman,
Austria-Hongaria, dan
Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang).
[6]
Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak
Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang.
Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa,
dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah.
[7][8] Lebih dari 9 juta prajurit
gugur,
terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat
mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan
atau mobilitas. Perang Dunia I adalah
konflik paling mematikan
keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai
perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.
[9]
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri
imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk
Kekaisaran Jerman,
Kekaisaran Austria-Hongaria,
Kesultanan Utsmaniyah,
Kekaisaran Rusia,
Imperium Britania,
Republik Perancis, dan
Italia.
Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap
Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta
Austria-Hongaria, oleh seorang
nasionalis Yugoslavia di
Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada
ultimatum Habsburg terhadap
Kerajaan Serbia.
[10][11]
Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya
terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat
dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke
seluruh dunia.
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan
invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,
[12][13] diikuti invasi Jerman ke
Belgia,
Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di
Paris tersendat,
Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan
jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di
Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari
Prusia Timur dan
Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan
Bulgaria tahun 1915, dan
Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia
runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah
Revolusi Oktober
pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat
tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian
serangan yang sukses dan pasukan
Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang
bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai
Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di
front Britania
sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha
memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk
melakukan
perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar—
Kekaisaran Jerman,
Rusia,
Austria-Hongaria, dan
Utsmaniyah—bubar.
Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan
banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa
Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil.
[14] Liga Bangsa-Bangsa
dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya.
Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran,
dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan
Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya
Perang Dunia II.
[15]
Nama
Di Kanada,
Maclean's Magazine pada bulan Oktober 1914 menuliskan, "Sejumlah perang memberi namanya sendiri. Perang ini namanya Perang Besar."
[16] Sejarah asal usul dan bulan-bulan pertama perang diterbitkan di New York pada akhir 1914 dengan judul
The World War (Perang Dunia).
[17] Selama periode antarperang, perang ini lebih sering disebut
Perang Dunia dan
Perang Besar di negara-negara berbahasa Inggris.
Setelah pecahnya Perang Dunia Kedua tahun 1939, istilah
Perang Dunia I atau
Perang Dunia Pertama menjadi standar, dengan sejarawan Britania dan Kanada yang lebih suka
Perang Dunia Pertama, dan Amerika
Perang Dunia I.
Kedua istilah ini juga dipakai selama periode antarperang. Frasa
"Perang Dunia Pertama" pertama dipakai bulan September 1914 oleh filsuf
Jerman
Ernest Haeckel,
yang mengklaim bahwa "tidak ada keraguan bahwa alur dan tokoh 'Perang
Eropa' yang dikhawatirkan ... akan menjadi perang dunia pertama dalam
arti sepenuhnya."
[18] The First World War (Perang Dunia Pertama) juga merupakan judul buku sejarah tahun 1920 karya perwira dan jurnalis
Charles à Court Repington.
Latar belakang
Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan
keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi politik dan militer yang kompleks di benua ini.
[6] Berawal tahun 1815 dengan
Aliansi Suci antara
Prusia, Rusia, dan Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman
Otto von Bismarck menegosiasikan
Liga Tiga Kaisar (Jerman:
Dreikaiserbund)
antara monarki Austria-Hongaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini
gagal karena Austria-Hongaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan
Balkan, sehingga meninggalkan Jerman dan Austria-Hongaria dalam satu
aliansi yang dibentuk tahun 1879 bernama
Aliansi Dua. Hal ini dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di
Balkan saat
Kesultanan Utsmaniyah terus melemah.
[6] Pada tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi
Aliansi Tiga.
[19]
Setelah 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian
yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh
Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap
di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan
Rusia. Ketika
Wilhelm II naik tahta sebagai
Kaisar Jerman (
Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui
Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian,
Aliansi Perancis-Rusia
ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904,
Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis,
Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani
Konvensi Inggris-Rusia.
Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya
dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik
manapun yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian
perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai
Entente Tiga.
[6]
Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah
penyatuan dan pendirian Kekaisaran
pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya,
pemerintahan Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan
sumber daya ekonomi dalam jumlah besar untuk membangun
Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana
Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi
Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya untuk supremasi laut dunia.
[20] Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal
kapal modal. Dengan peluncuran
HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap pesaingnya, Jerman.
[20]
Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya meluas ke
seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis industri
mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk
konflik pan-Eropa.
[21] Antara 1908 dan 1913, belanja militer kekuatan-kekuatan Eropa meningkat sebesar 50 persen.
[22]
Austria-Hongaria mengawali
krisis Bosnia 1908–1909 dengan menganeksasi secara resmi bekas teritori Utsmaniyah di
Bosnia dan Herzegovina, yang telah diduduki sejak 1878. Peristiwa ini membuat
Kerajaan Serbia dan pelindungnya,
Kekaisaran Rusia yang
Pan-Slavik dan
Ortodoks berang.
[23] Manuver politik Rusia di kawasan ini mendestabilisasi perjanjian damai yang sudah memecah belah apa yang disebut sebagai "
tong mesiu Eropa".
[23]
Tahun 1912 dan 1913,
Perang Balkan Pertama pecah antara
Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak.
Perjanjian London
setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan
negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia,
Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada
tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke
Serbia dan Yunani dan
Dobruja Selatan ke Rumania dalam
Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.
[24]
Peta etnolinguistik Austria-Hongaria, 1910
Pada tanggal 28 Juni 1914,
Gavrilo Princip, seorang pelajar
Serbia Bosnia dan anggota
Pemuda Bosnia, membunuh pewaris tahta Austria-Hongaria,
Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di
Sarajevo, Bosnia.
[25]
Peristiwa ini memulai satu bulan manuver diplomatik di antara
Austria-Hongaria, Jerman, Rusia, Perancis, dan Britania, yang disebut
Krisis Juli.
Ingin mengakhiri intervensi Serbia di Bosnia, Austria-Hongaria
mengirimkan Ultimatum Juli ke Serbia, yaitu sepuluh permintaan yang
sengaja dibuat tidak masuk akal dengan tujuan memulai perang dengan
Serbia.
[26] Ketika Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan, Austria-Hongaria menyatakan perang pada tanggal 28 Juli 1914.
Strachan
berpendapat, "Tanggapan ragu dan awal oleh Serbia yang mampu membuat
perubahan terhadap perilaku Austria-Hongaria bisa diragukan. Franz
Ferdinand bukan sosok yang gila popularitas, dan kematiannya tidak
membuat kekaisaran ini berduka sedalam-dalamnya".
[27]
Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hongaria menghapus pengaruhnya
di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi
parsial sehari kemudian.
[19]
Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap
menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Perancis secara cepat
dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Perancis, kemudian pindah ke
timur untuk melawan Rusia. Kabinet Perancis bergeming terhadap tekanan
militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur
10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Perancis baru
melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman
menyerbu Belgia dan menyerang tentara Perancis. Jerman menyatakan perang
terhadap Rusia pada hari itu juga.
[28]
Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914,
setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa
Belgia harus dibiarkan
netral.
[29]
Teater konflik
Serangan pembuka
Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji
mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya
berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti
pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam
latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi
perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.
[30]
Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian
besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis.
Kebingungan ini mendorong
Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.
Pada tanggal 9 September 1914,
Septemberprogramm,
sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu
Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu,
dibuat oleh
Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Kampanye Afrika
Lettow menyerahkan pasukannya ke Britania di Abercorn
Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan
kolonial Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus,
tentara Perancis dan Britania menyerbu protektorat
Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di
Afrika Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman di
Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel
Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye
peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.
[31]
Kampanye Serbia
Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada
Pertempuran Cer dan
Pertempuran Kolubara
yang dimulai tanggal 12 Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan
Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan
besar pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan
Austria-Hongaria akan kemenangan mulus. Akibatnya, Austria harus
menempatkan pasukan yang memadai di front Serbia, sehingga melemahkan
upayanya membuka perang dengan Rusia.
[32] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hongaria tahun 1914 tergolong sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad terakhir.
[33]
Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis
Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914.
Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal perang,
semua sisi berharap konflik ini cepat selesai.
Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari
tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi
Rencana Schlieffen,
yang dirancang untuk menyerang Perancis secara cepat melalui Belgia
yang netral sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Perancis
di perbatasan Jerman.
[10].
Karena Perancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak
sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman
memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal
seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba
mengalahkan Perancis secara cepat (seperti yang terjadi pada
Perang Perancis-Prusia
1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan
cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine
(yang memiliki perbatasan langsung di sebelah barat sungai Rhine),
tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris
(terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke
timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan persiapan lama
sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser
Wilhelm II)
untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral
tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena
inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di
Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi
Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun
di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba
menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar
pasukan Belgia mundur ke
Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada
Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari
pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada
Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari
peperangan bergerak di barat.
[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan
Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8,
yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman.
Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal
Paul von Hindenburg untuk mempertahankan
Prusia Timur,
setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit
pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang
secara kolektif disebut
Pertempuran Tannenberg
Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang
gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan
kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di
Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia.
Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal
Helmuth von Moltke yang Muda
juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat
melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar
Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di
Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil
posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan
mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski
begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan
menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.
[34]
Asia dan Pasifik
Pria di
Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.
Selandia Baru
menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11 September,
Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer Australia mendarat di pulau
Neu Pommern (kemudian Britania Baru), yang merupakan wilayah
Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah
SMS Emden menenggelamkan
kapal jelajah Jerman Zhemchug pada
Pertempuran Penang. Jepang merebt koloni Mikronesia Jerman dan, setelah
Pengepungan Tsingtao, pelabuhan batu bara Jerman di
Qingdao di semenanjung
Shandong,
Cina. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah merebut semua teritori
Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di
Nugini yang bertahan.
[35][36]
Front Barat
Awal peperangan parit (1914–1915)
Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan
teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan
canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang.
Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal.
Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah
senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.
[37] Jerman memperkenalkan
gas beracun;
teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti
menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis,
menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi
salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang
ini.
[38]
Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi
parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai
menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti
tank.
[39]
Setelah
Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan
Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "
Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari
Lorraine sampai pesisir Belgia.
[10]
Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman
mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman
lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya
bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan
Jerman.
[40]
Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada
Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar
Konvensi Den Haag) memakai gas
klorin
untuk pertama kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika
digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil)
terbuka di lini Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan
Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh
tentara Kanada.
[41] Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada
Pertempuran Flers-Courcelette
(bagian dari serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September
1916 dengan sedikit keberhasilan; Perancis memperkenalkan meriam putar
Renault FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.
Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun
berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan
jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.
[42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari
Laut Utara sampai
Sungai Orne,
melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah
serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9,600
kilometre (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama
seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan
sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah
Poperinge atau
Amiens.
Seorang tentara Perancis menyerang posisi Jerman, Champagne, Perancis, 1917.
Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih
banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang
dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu
serangan tunggal di
Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.
Pada tanggal 1 Juli 1916,
Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada
hari pertama Pertempuran Somme.
Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh
serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat
Britania.
[43]
Serangan Jerman yang terus-menerus di
Verdun sepanjang 1916,
[44] ditambah
Somme
(Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang
perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban
bagi Britania dan
poilu Perancis dan mendorong terjadinya
mutini besar-besaran tahun 1917, setelah
Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal.
[45]
Secara taktis, doktrin komandan Jerman
Erich Ludendorff berupa "
pertahanan elastis"
cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari
posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang
jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan
cepat dan kuat bisa dilancarkan.
[46][47]
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran
Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ...
Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan
berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton, semua
tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada
beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama
para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri
mereka dengan metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya
sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah
dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu
banyak sehingga kami tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan
melebihi semua harapan kami.
[48]
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,
Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami
pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20
berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan.
Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak
nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di
artileri, dan faktanya artileri kami tidak mampu memberi dampak yang
cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu
juga.
[49]
Pada
Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan
Vimy Ridge oleh
Korps Kanada di bawah pimpinan
Sir Arthur Currie dan
Julian Byng.
Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan,
bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi
dataran
Douai yang kaya akan kandungan batu bara.
[50][51]
Perang laut
Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki
kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang
kapal dagang Sekutu.
Angkatan Laut Kerajaan
Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu
akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal
jelajah ringan Jerman
SMS Emden,
bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap
atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal
jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar
Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja
Scharnhorst dan
Gneisenau, kapal jelajah ringan
Nürnberg dan
Leipzig
dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan
dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang
Britania. Armada Jerman dan
Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada
Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada
Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan
Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada
Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.
[52]
Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai
blokade laut Jerman.
Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil,
meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh
beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir.
[53]
Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal
apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal
yang netral sekalipun.
[54]
Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan
taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak
terhambat.
[55]
Pertempuran Jutland (Jerman:
Skagerrakschlacht,
atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut
terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang
berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam
sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di
Laut Utara lepas pantai
Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana
Reinhard Scheer, berperang melawan
Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir
John Jellicoe.
Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada
Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi
armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania
menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih
tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.
[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.
[57]
Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa
peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak
kapal dagang.
[57][58] Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang
RMS Lusitania
tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang,
sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan
mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta
peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak
dimiliki sekoci).
[59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan
peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.
[57][60]
Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat
dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi
hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang
sedikit.
[57]
U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.
Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk
konvoi dan dikawal
kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian; setelah
hidrofon dan
ranjau bawah air
diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam
dengan kemungkinan berhasil. Konvoi memperlambat aliran suplai, karena
kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi terhadap penundaan ini
adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran.
Kapal tentara terlalu cepat untuk dikejar kapal selam dan tidak berlayar
di Atlantik Utara dalam konvoi.
[61] Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam.
[62]
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika
kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan
HMS Furious meluncurkan pesawat
Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar
Zeppelin di
Tondern pada bulan Juli 1918, serta
blimp untuk patroli antikapal selam.
[63]
Teater Selatan
Perang di Balkan
Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi tawanan perang Serbia. Serbia
kehilangan 850.000 orang sepanjang perang, seperempat dari populasinya
sebelum perang.
[64]
Menghadapi Rusia, Austria-Hongaria hanya mampu menyisihkan sepertiga
pasukannya untuk menyerang Serbia. Setelah mengalami kerugian besar,
Austria sementara berhasil menduduki ibu kota Serbia,
Belgrade. Serangan balasan Serbia pada
pertempuran Kolubara
berhasil mengusir mereka dari negara ini pada akhir 1914. Selama
sepuluh bulan pertama 1915, Austria-Hongaria memanfaatkan sebagian besar
cadangan militernya untuk berperang dengan Italia. Akan tetapi,
diplomat Jermen dan Austria-Hongaria mengusulkan kudeta dengan membujuk
Bulgaria agar ikut menyerang Serbia. Provinsi
Slovenia, Kroasia, dan
Bosnia
menyediakan bala tentara untuk Austria-Hongaria, menyerbu Serbia
sekaligus menghadapi Rusia dan Italia. Montenegro berpihak pada Serbia.
[65]
Serbia dikuasai dalam kurun satu bulan lebih sedikit, setelah Blok
Sentral, sekarang mencakup Bulgaria, mengirimkan 600.000 tentara.
Pasukan Serbia, berperang di dua front dan menghadapi kekalahan telak,
mundur ke
Albania utara (yang sudah mereka duduki sejak awal perang
[diragukan – diskusikan]). Serbia kalah pada
Pertempuran Kosovo. Montenegro melindungi mundurnya Serbia ke pantai Adriatik pada
Pertempuran Mojkovac
tanggal 6–7 Januari 1916, namun Austria pada akhirnya menduduki
Montenegro. 70.000 tentara Serbia tersisa dievakuasi dengan kapal ke
Yunani.
[66]
Pada akhir 1915, satu pasukan Perancis-Britania mendarat di
Salonika,
Yunani, untuk memberi bantuan dan menekan pemerintah setempat untuk
menyatakan perang terhadap Blok Sentral. Sayang sekali bagi Sekutu,
Raja Constantine I yang pro-Jerman membubarkan pemerintahan
Eleftherios Venizelos yang pro-Sekutu, sebelum pasukan ekspedisi Sekutu tiba.
[67] Pertentangan antara raja Yunani dan Sekutu terus memuncak dengan terjadinya
Skisma Nasional,
yang efektif membelah Yunani menjadi wilayah yang setia pada raja dan
pemerintahan sementara Venizelos di Salonika. Setelah negosiasi
diplomatik intensif dan konfrontasi bersenjata di
Athena antara pasukan Sekutu dan royalis (insiden
Noemvriana), raja Yunani mundur dan putra keduanya,
Alexander,
menggantikannya. Venizelos pulang ke Athena tanggal 29 Mei 1917 dan
Yunani, setelah bersatu, secara resmi bergabung di pihak Sekutu. Seluruh
pasukan Yunani dimobilisasi dan mulai berpartisipasi dalam operasi
militer melawan
Blok Sentral di front Makedonia.
Tentara Bulgaria di dalam parit, bersiap menembak pesawat yang datang
Setelah penaklukan, Serbia dibagi antara Austria-Hongaria dan Bulgaria. Pada tahun 1917, Serbia melancarkan
Pemberontakan Toplica dan sempat membebaskan wilayah antara pegunungan
Kopaonik dan sungai
Morava Selatan. Pemberontakan ini dipadamkan oleh pasukan gabungan Bulgaria dan Austria pada akhir Maret 1917.
Front Makedonia pada awalnya cenderung statis. Pasukan Perancis dan
Serbia menduduki kembali sedikit wilayah Makedonia dengan menaklukkan
Bitola tanggal 19 November 1916 sebagai hasil dari
Serangan Monastir yang membawa kestabilan di front ini.
Tentara Serbia dan Perancis akhirnya membuat terobosan, setelah
sebagian besar tentara Jerman dan Austria-Hongaria ditarik. Terobosan
ini penting dalam mengalahkan Bulgaria dan Austria-Hongaria, yang
berujung pada kemenangan akhir PDI. Bulgaria mengalami kekalahan
satu-satunya dalam perang pada
Pertempuran Dobro Pole, namun beberapa hari kemudian mereka berhasil mengalahkan pasukan Britania dan Yunani pada
Pertempuran Doiran demi menghindari pendudukan. Setelah Serbia menerobos perbatasan Bulgaria, Bulgaria menyerah pada tanggal 29 September 1918.
[68] Hindenburg dan Ludendorff menyimpulkan bahwa keseimbangan strategi dan operasi sekarang telah beralih melawan
Blok Sentral
dan sehari setelah kejatuhan Bulgaria, pada pertemuan pejabat-pejabat
pemerintahan, mereka mengupayakan penyelesaian secara damai secepat
mungkin.
[69]
Hilangnya
front Makedonia menandakan bahwa jalan ke
Budapest dan
Wina terbuka untuk 670.000 tentara pimpinan Jenderal
Franchet d'Esperey setelah menyerahnya Bulgaria memberi
Blok Sentral
kerugian sebanyak 278 batalion infanteri dan 1.500 senjata (sama besar
dengan 25 sampai 30 divisi Jerman) yang sebelumnya mempertahankan
perbatasan.
[70]
Komando tinggi Jerman merespon dengan mengirimkan tujuh infanteri dan
satu divisi kavaleri saja, tetapi pasukan ini terlalu jauh dari front
dan sudah terlambat.
[70]
Kesultanan Utsmaniyah
Kesultanan Utsmaniyah bergabung dengan Blok Sentral pada perang ini,
Aliansi Utsmaniyah-Jerman yang rahasia telah ditandatangani pada bulan Agustus 1914.
[71] Aliansi ini mengancam teritori
Kaukasus Rusia dan komunikasi Britania dengan India melalui
Terusan Suez. Britania dan Perancis membuka front seberang laut melalui
Kampanye Gallipoli (1915) dan
Mesopotamia. Di Gallipoli, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mengusir Britania, Perancis, dan
Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru (ANZAC). Di Mesopotamia, sebaliknya, setelah
Pengepungan Kut (1915–16) yang menghancurkan, pasukan Imperium Britania melakukan reorganisasi dan menduduki
Baghdad pada bulan Maret 1917.
Jauh ke barat,
Terusan Suez berhasil dipertahankan dari serangan Utsmaniyah tahun 1915 dan 1916; pada bulan Agustus, pasukan gabungan
Jerman dan
Utsmaniyah dikalahkan pada
Pertempuran Romani oleh
Pasukan Berkuda Anzac dan
Divisi Infanteri (Dataran rendah) ke-52. Setelah kemenangan ini,
Pasukan Ekspedisi Mesir Imperium Britania maju melintasi
Semenanjung Sinai, mendorong pasukan Utsmaniyah pada
Pertempuran Magdhaba bulan Desember dan
Pertempuran Rafa di perbatasan antara
Sinai Mesir dan Palestina Utsmaniyah bulan Januari 1917.
Parit hutan Rusia pada Pertempuran Sarikamish
Angkatan darat Rusia sedang jaya-jayanya di Kaukasus.
Enver Pasha,
komandan tertinggi angkatan bersenjata Utsmaniyah, sangat ambisius dan
bermimpi menguasai kembali Asia Tengah dan wilayah-wilayah yang diduduki
Rusia sebelumnya. Akan tetapi, ia bukan komandan yang cerdas.
[72]
Ia melancarkan serangan terhadap Rusia di Kaukasus bulan Desember 1914
dengan 100.000 tentara; akibat memaksakan serangan frontal di kawasan
pegunungan Rusia saat musim dingin, ia kehilangan 86% pasukannya pada
Pertempuran Sarikamish.
[73]
Jenderal
Yudenich,
komandan Rusia pada 1915 sampai 1916, mengusir Turki keluar dari
sebagian besar Kaukasus selatan dengan serangkaian kemenangan.
[73] Bulan 1917,
Adipati Agung Nicholas
dari Rusia mengambil alih komando atas front Kaukasus. Nicholas
berencana membangun rel kereta dari Georgia Rusia ke teritori taklukan,
sehingga suplai segar bisa dikirimkan ke serangan baru tahun 1917.
Sayangnya, pada bulan Maret 1917 (Februari dalam kalender Rusia
pra-revolusi), Tsar dijatuhkan dalam
Revolusi Februari dan
Angkatan Darat Kaukasus Rusia mulai terpecah.
Dimulai oleh biro Arab dari
Departemen Luar Negeri Britania Raya,
Pemberontakan Arab dimulai dengan bantuan Britania bulan Juni 1916 pada
Pertempuran Makkah, dipimpin
Sherif Hussein dari
Makkah dan berakhir dengan penyerahan Damaskus oleh Utsmaniyah.
Fakhri Pasha, komandan Utsmaniyah di
Madinah, bertahan selama lebih dari 2,5 tahun selama
Pengepungan Madinah.
[74]
Di sepanjang perbatasan Libya Italia dan Mesir Britania, suku
Senussi,
didorong dan dipersenjatai Turki, melakukan perang gerilya kecil
terhadap tentara Sekutu. Britania terpaksa mengerahkan 12.000 tentaranya
untuk menghadapi mereka dalam
Kampanye Senussi. Pemberontakan mereka dipatahkan pada pertengahan 1916.
[75]
Partisipasi Italia
Korps pegunungan Austria-Hongaria di Tirol
Italia telah bersekutu dengan Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria sejak 1882 sebagai bagian dari
Aliansi Tiga. Akan tetapi, bangsa ini memiliki klaim tersendiri atas teritori Austria di
Trentino,
Istria, dan
Dalmatia. Roma memiliki pakta rahasia dengan Perancis tahun 1902, sehingga efektif meniadakan aliansi ini.
[76]
Pada awal perang, Italia menolak mengirimkan tentara dengan alasan
bahwa Aliansi Tiga bersifat defensif dan Austria-Hongaria adalah
agresor. Pemerintah Austria-Hongaria mulai bernegosiasi untuk
mengamankan kenetralan Italia dengan memberi imbalan koloni Perancis di
Tunisia. Sekutu memberi tawaran balasan bahwa Italia bisa memperoleh
Tirol Selatan,
Padang Julian dan teritori pesisir
Dalmatia setelah kekalahan Austria-Hongaria. Tawaran ini diresmikan oleh
Perjanjian London.
Terdorong oleh invasi Sekutu ke Turki bulan April 1915, Italia
bergabung dengan Entente Tiga dan menyatakan perang terhadap
Austria-Hongaria pada tanggal 23 MEi. Lima belas bulan kemudian, Italia
menyatakan perang terhadap Jerman.
Secara militer, Italia memiliki superioritas jumlah. Keuntungan ini
akhirnya hilang, bukan hanya karena medan peperangan yang sulit, tetapi
juga karena strategi dan taktik yang dipakai.
Marsekal Lapangan Luigi Cadorna, seorang pendukung keras serangan frontal, ingin sekali maju hingga plato
Slovenia, menduduki
Ljubljana dan mengancam
Wina. Rencana Cadorna tidak mencakup sulitnya medan Alpen yang bergunung-gunung, atau perubahan teknologi yang menciptakan
peperangan parit, sehingga memunculkan serangkaian serangan mematikan dan buntu.
Di front Trentino, Austria-Hongaria memanfaatkan daerah pegunungan
yang menguntungkan pasukan Italia. Setelah kemunduran strategis pertama,
front ini masih belum berubah drastis, sementara
Kaiserschützen dan
Standschützen Austria menghadapi
Alpini Italia dalam pertempuran alot sepanjang musim panas. Austria-Hongaria menyerang balik di
Altopiano Asiago, menghadap Verona dan Padua, pada musim semi 1916 (
Strafexpedition), namun hanya membuat sedikit kemajuan.
Berawal pada tahun 1915, Italia di bawah pimpinan Cadorna mengadakan sebelas serangan di
front Isonzo di sepanjang
Sungai Isonzo, timur laut
Trieste.
Kesebelas serangan tersebut digagalkan oleh Austria-Hongaria, yang
menguasai dataran yang lebih tinggi. Pada musim panas 1916, Italia
menduduki kota
Gorizia.
Setelah kemenangan kecil ini, front tetap statis selama setahun meski
Italia melakukan beberapa serangan. Pada musim gugur 1917, berkat
situasi yang membaik di front Timur, tentara Austria-Hongaria menerima
banyak sekali bantuan, termasuk
Stormtrooper dan pasukan elit
Alpenkorps Jerman.
Gambaran
Pertempuran Doberdò, terjadi bulan Agustus 1916 antara pasukan Italia dan Austria-Hongaria.
Blok Sentral melancarkan serangan menghancurkan pada tanggal 26 Oktober 1917 yang dipimpin oleh Jerman. Mereka menang di
Caporetto.
Angkatan Darat Italia dialihkan dan mundur sejauh lebih dari 100
kilometre (62 mil) untuk reorganisasi, sehingga menstabilkan front di
Sungai Piave.
Karena pada Pertempuran Caporetto AD Italia mengalami kerugian besar,
pemerintah Italia mengadakan wajib militer yang disebut '
99 Laki-Laki (
Ragazzi del '99):
yaitu semua pria berusia 18 tahun. Pada tahun 1918, Austria-Hongaria
gagal menerobos pertahanan Italia dalam serangkaian pertempuran di
Sungai Piave, dan akhirnya dikalahkan pada
Pertempuran Vittorio Veneto bulan Oktober tahun itu. Tanggal 5–6 November 1918, pasukan Italia dilaporkan telah mencapai
Lissa,
Lagosta,
Sebenico, dan permukiman lain di pesisir Dalmatia.
[77]
Pada akhir perang bulan November 1918, militer Italia memegang kendali
atas seluruh Dalmatia yang telah dijanjikan kepada Italia oleh Pakta
London.
[78] Tahun 1918, Laksamana
Enrico Millo menyatakan dirinya sebagai Gubernur Dalmatia Italia.
[78] Austria-Hongaria menyerah pada awal November 1918.
[79][80]
Partisipasi Rumania
Marsekal
Joffre menginspeksi tentara Rumania
Rumania telah bersekutu dengan Blok Sentral sejak 1882. Ketika perang
dimulai, negara ini malah menyatakan netral dengan alasan karena
Austria-Hongaria sendirian menyatakan perang terhadap Serbia, Rumania
tidak wajib ikut serta dalam perang. Ketika Blok Entente menjanjikan
Rumania teritori besar di Hongaria timur (
Transylvania dan
Banat)
yang memiliki populasi Rumania besar dengan imbalan Rumania menyatakan
perang terhadap Blok Sentral, pemerintah Rumania menyatakan tidak lagi
netral. Pada tanggal 27 Agustus 1916, Angkatan Darat Rumania
melancarkan serangan
terhadap Austria-Hongaria dengan sedikit bantuan dari Rusia. Serangan
Rumania awalnya sukses, memukul tentara Austria-Hongaria di
Transylvania, namun serangan balasan oleh pasukan
Blok Sentral memukul kembali pasukan Rusia-Rumania. Sebagai akibat dari
Pertempuran Bukares, Blok Sentral menduduki Bukares tanggal 6 Desember 1916. Peperangan di Moldova
terus berlanjut tahun 1917 dan berakhir dengan kebuntuan yang merugikan bagi Blok Sentral.
[81][82] Rusia menarik diri dari perang pada akhir 1917 akibat
Revolusi Oktober yang berarti Rumania terpaksa menandatangani gencatan senjata dengan Blok Sentral pada tanggal 9 Desember 1917.
Bulan Januari 1918, pasukan Rumania menguasai
Bessarabia setelah AD Rusia meninggalkan provinsi tersebut. Melalui perjanjian yang ditandatangani pemerintah Rumania dan Rusia
Bolshevik
pasca pertemuan tanggal 5–9 Maret 1918 tentang penarikan pasukan
Rumania dari Bessarabia dalam kurun dua bulan, pada tanggal 27 Maret
1918 Rumania memasukkan Bessarabia ke dalam teritorinya, secara formal
berdasarkan pada resolusi yang disahkan majelis teritori setempat
tentang penyatuan dengan Rumania.
Rumania secara resmi berdamai dengan Blok Sentral dengan menandatangani
Perjanjian Bukares
tanggal 7 Mei 1918. Rumania wajib mengakhiri perang dengan Blok Sentral
dan membuat sedikit konsensi teritori ke Austria-Hongaria, memberikan
kendali atas sejumlah celah di
Pegunungan Carpathia, dan memberi konsesi minyak ke Jerman. Sebagai imbalannya, Blok Sentral mengakui kedaulatan Rumania atas
Bessarabia. Perjanjian ini dihapus bulan Oktober 1918 oleh pemerintahan
Alexandru Marghiloman,
dan Rumania kembali masuk kancah perang pada tanggal 10 November 1918.
Keesokan harinya, Perjanjian Bukares dinulifikasi sesuai ketentuan
Gencatan Senjata
Compiègne.
[83][84] Total korban Rumania sejak 1914 sampai 1918, militer dan sipil di perbatasan lama diperkirakan mencapai 784.000 jiwa.
[85]
Peran India
Berbeda dengan kekhawatiran Britania akan terjadinya pemberontakan di
India, pecahnya Perang Dunia I malah memunculkan loyalitas dan niat
baik terhadap Britania Raya.
[86][87] Para pemimpin politik India dari
Kongres Nasional India
dan kelompok-kelompok lain mau mendukung upaya perang Britania karena
yakin bahwa dukungan kuat untuk perang akan mendorong disetujuinya
Pemerintahan Bebas India.
Angkatan Darat India
mengalahkan jumlah Angkatan Darat Britania pada awal perang; sekitar
1,3 juta tentara dan pekerja India tersebar di Eropa, Afrika, dan Timur
Tengah, sementara pemerintah pusat dan
negara kepangeranan
mengirimkan suplai makanan, uang, dan amunisi dalam jumlah besar.
Secara keseluruhan, 140.000 tentara ditempatkan di Front Barat dan
hampir 700.000 tentara di Timur Tengah. Total korban dari tentara India
sepanjang Perang Dunia I berjumlah 47.746 gugur dan 65.126 terluka.
[88]
Penderitaan akibat perang serta kegagalan pemerintah Britania untuk
memberikan pemerintahan bebas kepada India setelah perang berakhir
memunculkan disilusi dan mendorong
kampanye kemerdekaan penuh yang kelak dipimpin oleh
Mohandas Karamchand Gandhi dan teman-temannya.
Tentara Rusia menunggu serangan Jerman
Front Timur
Tindakan awal
Saat Front Barat mencapai kebuntuan, perang terus berlanjut di Eropa
Timur. Rencana awal Rusia adalah melakukan invasi bersamaan terhadap
Galisia Austria dan Prusia Timur Jerman. Meski serbuan awal Rusia ke Galisia sukses besar, Rusia dipukul mundur dari Prusia Timur oleh
Hindenburg dan
Ludendorff di
Tannenberg dan
Danau Masurian bulan Agustus dan September 1914.
[89][90]
Basis industri Rusia yang kurang maju dan kepemimpinan militernya yang
tidak efektif juga memainkan peran dalam peristiwa selanjutnya. Pada
musim semi 1915, Rusia mundur ke Galisia, dan pada bulan Mei, Blok
Sentral melakukan terobosan luar biasa di front selatan Polandia.
[91] Pada tanggal 5 Agustus, mereka menduduki
Warsawa dan mengusir Rusia dari Polandia.
Revolusi Rusia
Meski berhasil pada
Serangan Brusilov bulan Juni 1916 di timur
Galisia,
[92]
ketidakpuasan atas operasi perang pemerintah Rusia muncul. Kesuksesan
serangan ini dirusak oleh keengganan jenderal-jenderal lain untuk
mengirimkan pasukan mereka untuk mendukung kemenangan ini. Pasukan
Sekutu dan Rusia sementara terbangkitkan oleh masuknya Rumania ke Perang
Dunia pada tanggal 27 Agustus. Pasukan Jerman datag membantu
Austria-Hongaria di
Transylvania, dan
Bukares jatuh ke Blok Sentral pada tanggal 6 Desember. Sementara itu, kerusuhan terjadi di Rusia saat
Tsar masih berada di garis depan. Pemerintahan
Permaisuri Alexandra yang semakin tidak kompeten mendorong protes dan berujung pada pembunuhan tokoh favoritnya,
Rasputin, pada akhir 1916.
Bulan Maret 1917, demonstrasi di
Petrograd memuncak dengan pengunduran diri
Tsar Nicholas II dan penyusunan
Pemerintah Darurat lemah yang berbagi kekuasaan dengan sosialis
Petrograd Soviet.
Pembentukan ini menciptakan kebingungan dan kekacauan baik di garis
depan dan dalam negeri. Angkatan darat pun semakin tidak efektif.
[91]
Ketidakpuasan dan kelemahan Pemerintah Darurat membuat Partai
Bolshevik pimpinan
Vladimir Lenin semakin populer, yang meminta penghentian perang secepat mungkin.
Pemberontakan bersenjata Bolshevik
bulan November yang sukses diikuti dengan gencatan senjata dan
negosiasi dengan Jerman pada bulan Desember. Awalnya, Bolshevik menolak
permintaan Jerman, namun ketika tentara Jerman mulai bergerak melintasi
Ukraina tanpa perlawanan, pemerintahan baru ini membuat
Perjanjian Brest-Litovsk tanggal 3 Maret 1918. Perjanjian ini menyerahkan banyak sekali teritori, termasuk Finlandia,
provinsi-provinsi Baltik, sebagian Polandia dan Ukraina ke Blok Sentral.
[93]
Meski Jerman tampak sukses besar, sumber daya manusia yang dibutuhkan
Jerman untuk menduduki bekas teritori Rusia mungkin turut berkontribusi
pada kegagalan Serangan Musim Semi dan mengamankan sedikit bahan pangan
atau
material lainnya.
Melalui adopsi Perjanjian Brest-Litovsk, Entente tidak lagi berdiri. Pasukan Sekutu memimpin
invasi kecil
ke Rusia, pertama untuk menghentikan Jerman mengeksploitasi sumber daya
alam Rusia, dan kedua untuk mendukung "Kaum Putih" (lawan dari "Kaum
Merah") pada
Perang Saudara Rusia.
[94] Tentara Sekutu mendarat di
Arkhangelsk dan
Vladivostok.
Rencana Blok Sentral untuk negosiasi damai
Pada bulan Desember 1916, setelah sepuluh bulan mematikan pada
Pertempuran Verdun dan
serangan sukses terhadap Rumania,
Jerman berupaya menegosiasikan perdamaian dengan Sekutu. Presiden A.S.
Woodrow Wilson segera berusaha mengintervensi selaku pencinta damai dan
meminta kedua pihak diberi catatan untuk menyatakan permintaan mereka.
Kabinet Perang Lloyd George menganggap tawaran Jerman sebagai jebakan
untuk menciptakan perpecahan di kalangan Sekutu. Setelah kemarahan awal
dan banyak pertimbangan, mereka menganggap catatan Wilson sebagai upaya
terpisah yang menandakan bahwa A.S. berada di ambang pintu perang
melawan Jerman pasca-"kekejaman kapal selam". Saat Sekutu mendiskusikan
balasan terhadap tawaran Wilson, Jerman memilih untuk mengabaikannya
demi "pertukaran pandangan langsung". Mengetahui tanggapan Jerman
seperti itu, pemerintah Sekutu bebas membuat permintaan jelas dalam
balasan mereka tanggal 14 Januari. Mereka menuntut perbaikan kerusakan,
pengosongan teritori dudukan, biaya perbaikan untuk Perancis, Rusia, dan
Rumania, dan pengakuan prinsip kebangsaan. Hal ini meliputi pembebasan
bangsa Italia, Slavia, Rumania, Ceko-Slovak, dan pembentukan "Polandia
bebas dan bersatu". Tentang keamanan, Sekutu menuntut jaminan yang dapat
mencegah atau membatasi perang selanjutnya, lengkap dengan sanksi,
sebagai persyaratan penyelesaian damai apapun.
[95]
Negosiasi ini gagal dan negara-negara Entente menolak tawaran Jerman,
karena Jerman tidak menyatakan permintaan spesifik apapun. Kepada
Wilson, negara-negara Entente menyatakan bahwa mereka tidak akan memulai
negosiasi damai sampai Blok Sentral mengosongkan seluruh teritori
Sekutu yang diduduki dan memberikan ganti rugi atas semua kerusakan yang
diperbuat.
[96]
1917–1918
Tentara Perancis pimpinan
Jenderal Gouraud bersama senjata mesin mereka di antara reruntuhan katedral dekat Marne berusaha memukul mundur Jerman, 1918
Perkembangan tahun 1917
Peristiwa tahun 1917 terbukti menentukan dalam mengakhiri perang, meski dampaknya tidak terasa penuh sampai 1918.
Blokade laut Britania mulai memberi dampak serius terhadap Jerman. Sebagai tanggapan, pada bulan Februari 1917,
Staf Jenderal Jerman meyakinkan
Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg
untuk menggelar perang kapal selam tanpa batas, dengan tujuan membuat
Britania menarik diri dari perang. Para perencana Jerman memperkirakan
bahwa perang kapal selam tanpa batas akan merugikan Britania 600.000 ton
kapal per bulannya. Staf Jenderal mengakui bahwa kebijakan ini mungkin
nyaris membawa Amerika Serikat ke dalam konflik ini, namun memperkirakan
bahwa kerugian perkapalan Britania begitu tinggi sehingga mereka bisa
dipaksa meminta perdamaian setelah 5 sampai 6 bulan, sebelum intervensi
Amerika Serikat berpengaruh terhadap konflik. Kenyataannya, tonase kapal
yang tenggelam di atas 500.000 ton per bulan mulai Februari sampai
Juli. Jumlah ini meningkat menjadi 860.000 ton pada bulan April. Setelah
Juli, sistem
konvoi baru yang diperkenalkan kembali menjadi sangat efektif mengurangi ancaman
kapal-U.
Britania selamat dari ketiadaan armada kapal, sementara produksi
industri Jerman jatuh, dan tentara Amerika Serikat ikut berperang dalam
jumlah besar lebih cepat daripada yang diperkirakan Jerman.
Kru film Jerman sedang merekam peristiwa.
Tanggal 3 Mei 1917, selama
Serangan Nivelle,
Divisi Kolonial ke-2 Perancis yang lelah, para veteran Pertempuran
Verdun, menolak perintah atasannya, tiba dalam keadaan mabuk dan tanpa
membawa senjata. Perwira mereka tidak berani menghukum seluruh divisi
dan hukuman keras tidak segera diberlakukan. Kemudian,
pemberontakan militer
dialami oleh 54 divisi Perancis dan 200.000 prajuritnya desersi.
Pasukan Sekutu lainnya menyerang, namun menderita kerugian luar biasa.
[97]
Akan tetapi, seruan patriotisme dan tugas, serta penahanan dan
pengadilan massal, membuat para prajurit kembali mempertahankan parit,
meski tentara Perancis menolak berpartisipasi dalam operasi serangan
selanjutnya.
[98] Robert Nivelle dicopot dari jabatannya pada 15 Mei, digantikan oleh Jenderal
Philippe Pétain, yang menunda sejumlah serangan mematikan berskala besar.
Kemenangan Austria-Hongaria dan Jerman pada
Pertempuran Caporetto mendorong Sekutu di
Konferensi Rapallo membentuk
Dewan Perang Agung untuk mengoordinasikan perencanaan. Sebelumnya, pasukan Britania dan Perancis beroperasi di bawah komando yang berbeda.
Bulan Desember, Blok Sentral menandatangani gencatan senjata dengan
Rusia. Perjanjian ini membebaskan sejumlah besar tentara Jerman agar
bisa dipakai di barat. Dengan bantuan Jerman dan tentara Amerika Serikat
baru masuk, hasil perang akan ditentukan di Front Barat. Blok Sentral
tahu bahwa mereka tidak mampu memenangkan perang yang berlarut-larut,
tetapi mereka memiliki harapan besar untuk berhasil berdasarkan serangan
cepat terakhir. Selain itu, para pemimpin Blok Sentral dan Sekutu
semakin khawatir terhadap kerusuhan sosial dan revolusi di Eropa. Karena
itu, kedua sisi berusaha meraih kemenangan menentukan dengan cepat.
[99]
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1917
Bulan Maret dan April 1917, pada
Pertempuran Gaza Pertama dan
Kedua, pasukan Jerman dan Utsmaniyah menghentikan laju
Pasukan Ekspedisi Mesir yang telah dimulai bulan Agustus 1916 di
Romani. Pada akhir Oktober,
Kampanye Sinai dan Palestina dilanjutkan setelah
Korps XX,
Korps XXI, dan
Korps Berkuda Gurun Jenderal
Edmund Allenby memenangkan
Pertempuran Beersheba. Dua pasukan Utsmaniyah dikalahkan beberapa minggu kemudian pada
Pertempuran Yerusalem. Pada saat itu,
Friedrich Freiherr Kress von Kressenstein diberhentikan dari jabatannya sebagai komandan Angkatan Darat ke-8 dan digantikan oleh
Djevad Pasha, dan beberapa bulan kemudian komandan
Angkatan Darat Utsmaniyah di Palestina,
Erich von Falkenhayn, digantikan oleh
Otto Liman von Sanders.
Keikutsertaan Amerika Serikat
Non-intervensi
Saat pecah perang, Amerika Serikat mengambil kebijakan
non-intervensi, yaitu menghindari konflik tetapi mencoba menciptakan perdamaian. Ketika sebuah kapal-U Jerman
menenggelamkan kapal pesiar Britania RMS Lusitania tanggal 7 Mei 1915 yang juga menewaskan 128 warga negara Amerika Serikat, Presiden
Woodrow Wilson
menegaskan bahwa "Amerika Serikat terlalu bangga untuk berperang",
tetapi menuntut berakhirnya serangan terhadap kapal penumpang. Jerman
patuh. Wilson gagal mencoba memediasi penyelesaian. Akan tetapi, ia juga
berkali-kali memperingatkan bahwa A.S. tidak akan menoleransi perang
kapal selam tanpa batas karena melanggar hukum internasional. Mantan
presiden
Theodore Roosevelt menyebut aksi Jerman sebagai "pembajakan".
[100] Wilson menang tipis dalam pemilu presiden 1916 karena para pendukungnya menyatakan bahwa "ia menjauhkan kami dari perang".
Bulan Januari 1917, Jerman melanjutkan perang kapal selam tanpa
batasnya, menyadari bahwa Amerika Serikat kelak ikut dalam perang.
Menteri Luar Negeri Jerman, dalam
Telegram Zimmermann,
mengundang Meksiko bergabung sebagai sekutu Jerman melawan Amerika
Serikat. Sebagai imbalannya, Jerman akan mendanai perang Meksiko dan
membantu mereka mencaplok kembali teritori Texas, New Mexico, dan
Arizona.
[101] Wilson merilis telegram Zimmerman ke publik, dan warga AS memandangnya sebagai
casus belli—penyebab
perang. Wilson meminta elemen-elemen antiperang untuk mengakhiri semua
perang dengan memenangkan yang satu ini dan menghapus militerisme dari
dunia. Ia berpendapat bahwa perang begitu penting sehingga A.S. harus
punya suara dalam konferensi perdamaian.
[102]
Presiden Wilson di hadapan Kongres, mengumumkan pemutusan hubungan resmi dengan Jerman pada tanggal 3 Februari 1917.
Pernyataan perang A.S. terhadap Jerman
Setelah penenggelaman tujuh kapal dagang A.S. oleh kapal selam Jerman
dan penerbitan telegram Zimmerman, Wilson menyatakan perang terhadap
Jerman,
[103] yang
dinyatakan pada tanggal 6 April 1917 oleh
Kongres A.S..
Partisipasi aktif A.S. pertama
Amerika Serikat secara formal tidak pernah menjadi anggota Sekutu,
tetapi menjadi "Kekuatan Terkait" yang diberi nama sendiri. Amerika
Serikat memiliki pasukan kecil, namun setelah pengesahan
UU Dinas Selektif, pemerintah mewajibkan militer untuk 2,8 juta pria,
[104]
dan pada musim panas 1918 Amerika Serikat mengirim 10.000 tentara baru
ke Perancis setiap hari. Pada tahun 1917, Kongres A.S. memberikan
kewarganegaraan A.S. kepada warga Puerto Rico saat mereka mendaftar
untuk ikut serta dalam Perang Dunia I sebagai bagian dari
UU Jones.
Jerman telah salah perkiraan, percaya bahwa dibutuhkan beberapa bulan
sebelum tentara Amerika Serikat datang sehingga kedatangannya bisa
dihentikan kapal-U.
[105]
Angkatan Laut Amerika Serikat mengirimkan
gugus kapal perang ke
Scapa Flow untuk bergabung dengan Armada Besar Britania,
kapal penghancur ke
Queenstown, Irlandia, dan
kapal selam untuk membantu melindungi konvoi. Beberapa resimen
Marinir A.S.
juga dikerahkan ke Perancis. Britania dan Perancis ingin pasukan A.S.
dipakai untuk memperkuat tentara mereka yang sudah ditempatkan di lini
pertempuran dan tidak menyia-nyiakan kapal kosong untuk membawa
persediaan. A.S. menolak permintaan pertama dan menerima yang kedua.
Jenderal
John J. Pershing, komandan
Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat
(AEF), menolak memecah pasukan A.S. agar dipakai sebagai bantuan untuk
pasukan Imperium Britania dan Perancis. Sebagai pengecualian, ia
mengizinkan resimen tempur Afrika-Amerika untuk bergabung dengan divisi
Perancis.
Harlem Hellfighters berperang sebagai bagian dari Divisi ke-16 Perancis, mendapatkan
Croix de Guerre atas aksi mereka di Chateau-Thierry, Belleau Wood, dan Sechault.
[106]
Doktrin AEF menuntut serangan frontal, yang sejak lama ditiadakan oleh
komandan Imperium Britania dan Perancis karena banyak memakan korban
jiwa.
[107]
Tawaran perdamaian terpisah Austria
Tahun 1917, Kaisar
Charles I dari Austria secara rahasia mengupayakan negosiasi perdamaian terpisah dengan Clemenceau, bersama saudara istrinya
Sixtus
di Belgia sebagai penengah, tanpa sepengetahuan Jerman. Ketika
negosiasi gagal, upayanya diketahui Jerman dan mengakibatkan bencana
diplomatik.
[108][109]
Serangan Musim Semi Jerman 1918
Jenderal Jerman
Erich Ludendorff membuat rencana (
dijuluki Operasi Michael)
untuk serangan tahun 1918 di Front Barat. Serangan Musim Semi bermaksud
memecah pasukan Britania dan Perancis melalui serangkaian penipuan dan
serbuan. Pimpinan militer Jerman berharap bisa memberi pukulan
menentukan sebelum tentara A.S. tiba. Operasi ini dimulai tanggal 21
Maret 1918 melalui serangan terhadap pasukan Britania dekat
Amiens. Pasukan Jerman memperoleh wilayah sejauh 60 kilometre (37 mil).
[110]
Parit Britania dan Perancis diterobos menggunakan
taktik infiltrasi baru, disebut juga taktik
Hutier sesuai nama Jenderal
Oskar von Hutier.
Sebelumnya, serangan memiliki ciri pengeboman artileri panjang dan
serangan massal. Akan tetapi, pada Serangan Musim Semi 1918, Ludendorff
jarang memakai artileri dan menyisipkan sekelompok kecil infanteri di
titik-titik lemah. Mereka menyerang wilayah komando dan logistik dan
menerobos titik-titik perlawanan sengit. Infanteri bersenjata berat
kemudian menghancurkan posisi-posisi terisolasi ini. Keberhasilan Jerman
sangat bergantung pada elemen kejutan.
[111]
Front ini pindah ke daerah 120 kilometre (75 mil) dari kota Paris. Tiga
senjata kereta berat
Krupp
menembakkan 183 bom ke ibu kota, mengakibatkan banyak warga Paris
mengungsi. Serangan awal begitu sukses sampai-sampai Kaiser Wilhelm II
menetapkan 24 Maret sebagai
hari libur nasional. Banyak warga Jerman mengira kemenangan sudah dekat. Setelah bertempur sengit, serangan ini terhambat. Ketiadaan tank atau
artileri motor
membuat Jerman tidak mampu mengonsolidasikan keberhasilan mereka.
Suasana juga diperburuk oleh jalur suplai yang sekarang diperpanjang
akibat serbuan mereka.
[112] Penghentian mendadak ini juga akibat dari empat divisi
Pasukan Imperium Australia
(AIF) yang "memaksa" menyerang dan melakukan apa yang belum pernah
dilakukan pasukan manapun: menghentikan serbuan Jerman di tengah
perjalanan. Pada saat itu, divisi Australia pertama secara terburu-buru
dikirim lagi ke utara untuk menghentikan serbuan Jerman kedua.
Jenderal Foch
memaksa memakai tentara Amerika yang baru tiba sebagai pengganti
individu. Pershing malah berupaya menempatkan unit pasukan Amerika
sebagai pasukan independen. Unit-unit tersebut ditempatkan pada komando
Perancis dan Imperium Britania yang semakin sedikit pada tanggal 28
Maret. Dewan Perang Tertinggi Pasukan Sekutu dibentuk saat
Konferensi Doullens tanggal 5 November 1917.
[113]
Jenderal Foch ditunjuk sebagai komandan tertinggi pasukan sekutu. Haig,
Petain, dan Pershing mempertahankan kendali taktis atas masing-masing
pasukannya; Foch mengambil peran koordinasi alih-alih pengarahan, dan
komando Britania, Perancis, dan A.S. cenderung beroperasi secara
independen.
[113]
Setelah Operasi Michael, Jerman melancarkan
Operasi Georgette terhadap pelabuhan-pelabuhan utara
Selat Inggris.
Sekutu menghadang upaya tersebut setelah Jerman sempat menguasai
sedikit wilayah. Angkatan Darat Jerman di selatan kemudian melancarkan
Operasi Blücher dan Yorck, bergerak terus menuju Paris. Operasi Marne dimulai tanggal 15 Juli yang berusaha mengepung
Reims dan memulai
Pertempuran Marne Kedua. Serangan balasannya memulai
Serangan Seratus Hari dan menandakan serangan perang Sekutu pertama yang sukses.
Tanggal 20 Juli, Jerman berada di seberang Marne di garis awal Kaiserschlacht-nya,
[114]
gagal memenangkan apapun. Setelah fase terakhir perang di barat, AD
Jerman tidak pernah mencapai kembali tujuannya. Korban Jerman antara
Maret dan April 1918 sebanyak 270.000 jiwa, termasuk para
tentara serbu yang sangat terlatih.
Sementara itu, Jerman terpecah di dalam negeri. Protes
anti-perang semakin sering diadakan dan moral militer jatuh. Produksi industri mencapai 53 persen dari jumlah produksi tahun 1913.
Konflik Kesultanan Utsmaniyah 1918
Pada awal tahun 1918, garis depan pertempuran
diperpanjang hingga
Lembah Yordania yang terus diduduki, setelah serangan
Transyordania Pertama dan
Transyordania Kedua
oleh pasukan Imperium Britania bulan Maret dan April 1918, sampai musim
panas. Sepanjang bulan Maret, sebagian besar infanteri Britania dari
Pasukan Ekspedisi Mesir dan kavaleri
Yeomanry
dikirim berperang di Front Barat sebagai akibat Serangan Musim Semi.
Mereka digantikan oleh satuan Angkatan Darat India. Selama beberapa
bulan reorganisasi dan pelatihan pada musim panas,
sejumlah serangan
dilancarkan di beberapa bagian garis depan Utsmaniyah. Serangan
tersebut mendorong garis depan ke utara di posisi yang lebih
menguntungkan bagi persiapan serangan dan menyiapkan infanteri AD India
yang baru tiba. Baru pada pertengahan September pasukan bersatu ini siap
melakukan operasi besar-besaran.
Pasukan Ekspedisi Mesir yang direorganisasi, bersama divisi berkuda tambahan, memecah belah pasukan Utsmaniyah pada
Pertempuran Megiddo bulan September 1918. Dalam dua hari, infanteri Britania dan
India, dibantu taktik merayap, berhasil memecah garis depan Utsmaniyah dan mencaplok markas besar
Angkatan Darat Kedelapan di
Tulkarm, jalur parit bersambungan di
Tabsor,
Arara, dan markas besar
Angkatan Darat Ketujuh di
Nablus.
Korps Berkuda Gurun masuk lewat celah garis depan yang dibuat infanteri tadi selama operasi dilaksanakan tanpa henti oleh brigade
Berkuda Ringan Australia,
Yeomanry berkuda Britania,
Lancers India, dan
Bedil Berkuda Selandia Baru. Di
Lembah Jezreel, mereka menduduki
Nazareth,
Afulah dan Beisan,
Jenin, dan
Haifa di pesisir Mediterania dan
Daraa di timur Sungai Yordan di jalur kereta Hijaz.
Samakh dan
Tiberias di
Laut Galilea diduduki dalam perjalanan ke utara menuju
Damaskus. Sementara itu,
Pasukan Chaytor
yang terdiri dari pasukan berkuda ringan Australia, pasukan bedil
berkuda Selandia Baru, infanteri India, Hindia Barat Britania, dan
Yahudi menduduki penyeberangan
Sungai Yordan,
Es Salt,
Amman, dan sebagian besar
Angkatan Darat Keempat di Ziza.
Gencatan Senjata Mudros
ditandatangani pada akhir Oktober yang mengakhiri perang dengan
Kesultanan Utsmaniyah, sementara perang terus berlangsung di sebelah
utara
Aleppo.
Negara-negara baru di zona perang
Pada akhir musim semi 1918, tiga negara baru berdiri di
Kaukasus Selatan, yaitu
Republik Demokratik Armenia,
Republik Demokratik Azerbaijan, dan
Republik Demokratik Georgia, yang menyatakan merdeka dari Kekaisaran Rusia.
[115] Dua entitas minor lain juga berdiri, yaitu
Kediktatoran Sentrokaspia (dilikuidasi oleh Azerbaijan pada musim gugur 1918) dan
Republik Kaukasia Barat Daya
(dilikuidasi oleh satuan tugas gabungan Armenia-Britania pada awal
1919). Melalui penarikan pasukan Rusia dari front Kaukasus pada musim
dingin 1917–18, tiga republik besar tersebut bersiap menghadapi serbuan
Utsmaniyah selanjutnya, yang dimulai pada bulan-bulan pertama 1918.
Solidaritas terbentuk sementara ketika
Republik Federatif Transkaukasia
didirikan pada musim semi 1918 dan runtuh bulan Mei, ketika Georgia
meminta dan menerima perlindungan dari Jerman dan Azerbaijan membuat
perjnajian degnan Kesultanan Utsmaniyah yang lebih mirip dengan aliansi
militer. Armenia dibiarkan bertahan sendiri dan berjuang selama lima
bulan melawan ancaman pendudukan penuh oleh Turki Utsmaniyah.
[116]
Kemenangan Sekutu: Musim panas dan gugur 1918
Serangan balasan Sekutu, dikenal sebagai Serangan Seratus Hari, dimulai pada tanggal 8 Agustus 1918.
Pertempuran Amiens pecah dengan Korps III
Angkatan Darat Keempat Britania Raya di sebelah kiri,
Angkatan Darat Pertama Perancis di sebelah kanan, dan
Korps Australia dan
Kanada memimpin serangan di tengah melalui
Harbonnières.
[117][118] Serangan ini melibatkan 414 tank tipe
Mark IV dan
Mark V
dan 120.000 prajurit. Mereka bergerak 12 kilometre (7.5 mil) ke dalam
teritori dudukan Jerman dalam kurun tujuh jam saja. Erich Ludendorff
menyebut hari itu sebagai "Hari Kelam Angkatan Darat Jerman".
[117][119]
Australia-Kanada memimpin di Amiens, sebuah pertempuran yang menjadi awal keruntuhan Jerman,
[49]
membantu pasukan Britania bergerak ke utara dan Perancis ke selatan. Di
front AD Keempat Britania di Amiens setelah maju sejauh 14 mil (23 km),
perlawanan Jerman semakin sengit dan pertempuran berakhir. Tetapi AD
Ketiga Perancis memperpanjang front Amiens pada tanggal 10 Agustus,
ketika daerah tersebut dibiarkan begitu saja di sebelah kanan Angkatan
Darat Pertama Perancis, dan maju sejauh 4 mil (6 km), membebaskan
Lassigny dalam pertempuran yang berlangsung sampai 16 Agustus. Di
selatan AD Ketiga Perancis, Jenderal
Charles Mangin
(si Pembantai) memajukan posisi AD Kesepuluh Perancis di Soissons
tanggal 20 Agustus untuk menawan delapan ribu tentara musuh, dua ratus
senjata, dan dataran tinggi Aisne yang menghadap dan mengancam posisi
Jerman di sebelah utara Vesle.
[120] Erich Ludendorff juga menyebut peristiwa ini sebagai "Hari Kelam".
Sementara itu, Jenderal Byng dari AD Ketiga Britania melaporkan bahwa
musuh di frontnya semakin sedikit setelah ditarik dan diperintahkan
menyerang dengan 200 tank ke Bapaume, memulai
Pertempuran Albert,
dengan perintah spesifik "Untuk menerobos front musuh, dengan tujuan
menghancurkan front pertempuran musuh saat ini" (berseberangan dengan AD
Keempat Britania di Amiens).
[49]
Para pemimpin Sekutu sekarang sadar bahwa melanjutkan serangan setelah
perlawanan sengit memakan banyak korban, dan lebih baik membelokkan lini
daripada meneruskannya. Mereka mulai melancarkan serangan dengan cara
cepat untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan yang berhasil di
garis depan, kemudian memecahnya ketika setiap serangan kehilangan
impetus awalnya.
[120]
Front Angkatan Darat Ketiga Britania sepanjang 15-mil (24 km) di
sebelah utara Albert berhasil membuat kemajuan setelah buntu selama satu
hari melawan garis perlawanan utama yang merupakan batas penarikan
pasukan musuh.
[121]
Angkatan Darat Keempat Britania pimpinan Rawlinson berhasil menekan
garis kirinya sampai wilayah antara Albert dan Somme, meluruskan garis
antara posisi Angkatan Darat Ketiga dan front Amiens, yang berakhir
dengan penaklukan kembali Albert pada saat yang sama.
[120]
Tanggal 26 Agustus, Angkatan Darat Pertama Britania di sebelah kiri
Angkatan Darat Ketiga terlibat dalam pertempuran, sehingga memperpanjang
front ke utara melewati Arras. Korps Kanada, sudah kembali di garis
depan
Angkatan Darat Pertama,
bergerak dari Arras ke timur 5 mil (8 km) melewati wilayah
Arras-Cambrai yang dipertahankan habis-habisan sebelum mencapai
pertahanan terluar
Garis Hindenburg,
dan berhasil menerobosnya pada tanggal 28 dan 29 Agustus. Bapaume jatuh
tanggal 29 Agustus ke tangan Divisi Selandia Baru Angkatan Darat
Ketiga, dan Australia, masih memimpin pergerakan AD Keempat, kembali
mampu menekan musuh di Amiens untuk menduduki Peronne dan
Mont Saint-Quentin
tanggal 31 Agustus. Jauh ke selatan, AD Pertama dan Ketiga Perancis
bergerak lambat, sementara AD Kesepuluh, yang sekarang sudah melintasi
Ailette dan berada di timur Chemin des Dames, mendekati posisi Alberich
di Garis Hindenburg.
[122]
Sepanjang minggu terakhir Agustus, tekanan di front sepanjang 70-mil
(113 km) melawan musuh sangat berat dan tidak berhenti-henti. Dari
kesaksian Jerman, "Setiap hari dihabiskan dalam pertempuran berdarah
melawan musuh yang selalu menyerbu, dan malam dihabiskan tanpa tidur
dalam pergerakan mundur ke garis baru."
[120] Bahkan di sebelah utara di
Flandria,
AD Kedua dan Kelima Britania selama Agustus dan September mampu membuat
kemajuan, menawan tentara musuh dan posisi yang sebelumnya mengalahkan
mereka.
[122]
Tentara Amerika Serikat di
Vladivostok, Siberia, Agustus 1918
Tanggal 2 September,
Korps Kanada
menerobos garis Hindenburg, dengan membuka celah di Posisi Wotan,
sehingga memungkinkan Angkatan Darat Ketiga maju dan memberi dampak di
seluruh Front Barat. Pada hari yang sama,
Oberste Heeresleitung
(OHL) tidak punya pilihan lain kecuali mengeluarkan perintah kepada
enam pasukan angkatan darat untuk mundur ke Garis Hindenburg di selatan,
di belakang
Canal du Nord
di front AD Pertama Kanada dan kembali ke garis di sebelah timur Lys di
utara. Perintah ini tanpa perlawanan berhasil mengembalikan medan
perang yang direbut pada April sebelumnya.
[123] Menurut
Ludendorff, "Kami harus mengakui perlunya tindakan ...menarik seluruh front dari Scarpe ke Vesle."
[124]
Potret seorang mayor Amerika Serikat di keranjang
balon observasi yang terbang di atas teritori dekat garis depan
Dalam nyaris empat minggu pertempuran yang dimulai tanggal 8 Agustus, lebih dari 100.000 personil Jerman ditawan, 75.000 oleh
BEF
dan sisanya oleh Perancis. Sebagaimana "Hari Kelam Angkatan Darat
Jerman", Komando Tinggi Jerman menyadari mereka kalah perang dan
melakukan upaya mencapai akhir yang memuaskan. Sehari setelah
eprtempuran tersebut, Ludendorff memberitahu Kolonel Mertz, "Kita tidak
lagi mampu memenangkan perang, tetapi kita juga tidak boleh kalah." Pada
tanggal 11 Agustus, ia mengajukan pengunduran dirinya ke Kaiser dan
ditolak dengan balasan, "Saya pikir kita harus mencapai keseimbangan.
Kita nyaris mencapai batas kekuatan perlawanan kita. Perang harus
diakhiri." Tanggal 13 Agustus di
Spa,
Hindenburg, Ludendorff, Kanselir, dan Menteri Luar Negeri Hintz setuju
bahwa perang tidak dapat diakhiri secara militer, dan pada keesokan
harinya Dewan Kekaisaran Jerman memutuskan bahwa kemenangan di medan
perang sudah tidak memungkinkan lagi. Austria dan Hongaria
memperingatkan bahwa mereka hanya bisa melanjutkan perang sampai
Desember, dan Ludendorff menyarankan negosiasi damai secepatnya dan
Kaiser menanggapinya dengan memerintahkan Hintz meminta mediasi Ratu
Belanda. Pangeran Rupprecht memperingatkan Pangeran Max dari Baden:
"Situasi militer kita cepat sekali memburuk sampai-sampai saya tidak
lagi yakin kita bisa bertahan selama musim dingin; bisa saja sebuah
bencana datang lebih cepat." Pada tanggal 10 September, Hindenburg
menyarankan perdamaian kepada Kaisar Charles dari Austria dan Jerman
meminta mediasi dari Belanda. Tanggal 14 September, Austria mengirimkan
catatan kepada semua pihak terlibat dan pihak netral yang menyarankan
pertemuan diskusi damai di daerah netral dan keesokan harinya Jerman
membuat tawaran damai dengan Belgia. Kedua tawaran damai ditolak dan
pada tanggal 24 September
OHL memberitahu para pemimpin negara di Berlin bahwa pembicaraan gencatan senjata sudah tidak terelakkan lagi.
[122]
Pada bulan September, Jerman terus melancarkan serangan pertahanan
belakang dan berbagai serangan balasan di daerah-daerah yang hilang,
tetapi hanya sedikit yang berhasil, namun sementara saja. Kota, desa,
perbukitan, dan parit yang diperebutkan di Garis Hindenburg terus jatuh
ke tangan Sekutu, dengan BEF sendiri menawan 30.441 tentara pada minggu
terakhir September. Pergerakan kecil ke timur kelak menyusul kemenangan
Angkatan Darat Ketiga di Ivincourt tanggal 12 September, Angkatan Darat
Keempat di Epheny tanggal 18 September, dan pencaplokan
Essigny-le-Grand
oleh Perancis keesokan harinya. Pada tanggal 24 September, serangan
akhir oleh Britania dan Perancis di front sepanjang 4-mil (6.4 km)
terjadi 2 mil (3.2 km) dari St. Quentin.
[122]
Dengan pos luas dan garis pertahanan awal Posisi Siegfried dan Alberich
berhasil dimusnahkan, Jerman saat ini sepenuhnya bertahan di Garis
Hindenburg. Dengan posisi Wotan di garis itu telah diterobos dan posisi
Siegfried terancam dibelokkan dari utara, sudah saatnya Sekutu menyerbu
sisa bentangan garis tersebut.
Serangan di Garis Hindenburg
dimulai tanggal 26 September dan melibatkan tentara A.S. Tentara
Amerika yang masih baru mengalami masalah dengan suplai untuk pasukan
besar di daerah yang tidak bersahabat.
[125] Minggu selanjutnya, pasukan gabungan Perancis dan Amerika merangsek ke
Champagne pada
Pertempuran Blanc Mont Ridge, mengusir Jerman dari posisi komandonya, dan maju mendekati perbatasan Belgia.
[126]
Kota Belgia terakhir yang dibebaskan sebelum gencatan senjata adalah
Ghent, yang dipertahankan Jerman sebagai patokan tempur sampai Sekutu
melibatkan artileri.
[127][128] Pasukan Jerman harus memperpendek frontnya dan memakai perbatasan Belanda sebagai patokan serangan pertahanan belakang.
Saat Bulgaria menandatangani gencatan senjata terpisah tanggal
29 September, Sekutu berhasil menguasai Serbia dan Yunani. Ludendorff,
setelah mengalami tekanan berbulan-bulan, menderita depresi. Sudah jelas
bahwa Jerman tidak mampu lagi membuat pertahanan yang berhasil.
[129][130]
Sementara itu, berita tentang kekalahan militer Jerman yang sudah
dekat menyebar ke seluruh angkatan bersenjata Jerman. Ancaman desersi
semakin besar. Laksamana
Reinhard Scheer
dan Ludendorff memutuskan melancarkan usaha terakhir untuk
mengembalikan "kebanggaan" Angkatan Laut Jerman. Tahu bahwa pemerintahan
Pangeran Maximilian dari Baden
akan memveto tindakan apapun, Ludendorff memutuskan untuk tidak
memberitahunya. Sayangnya, berita tentang serangan lanjutan diketahui
para marinir di
Kiel.
Banyak yang menolak menjadi bagian dari serangan laut yang dirasa
bersifat bunuh diri dan mereka memberontak dan ditahan. Ludendorff
disalahkan dan Kaiser memecatnya pada tanggal 26 Oktober. Keruntuhan
Balkan berarti Jerman akan kehilangan suplai minyak dan makanan
utamanya. Cadangannya sudah habis, bahkan saat tentara A.S. terus tiba
dengan jumlah 10.000 orang per hari.
[131]
Menderita lebih dari 6 juta korban, Jerman mencari perdamaian.
Pangeran Maximilian dari Baden
memimpin pemerintahan baru sebagai Kanselir Jerman untuk bernegosiasi
dengan Sekutu. Negosiasi telegraf dengan Presiden Wilson segera dimulai
dengan harapan ia akan memberi permintaan yang lebih baik daripada
Britania dan Perancis. Harapan tersebut sia-sia karena Wilson malah
meminta Kaiser mengundurkan diri. Tidak ada perlawanan ketika
Philipp Scheidemann dari
Partai Demokrat Sosial
menyatakan Jerman sebagai negara republik pada tanggal 9 November.
Kekaisaran Jerman tidak berdiri lagi dan Jerman baru telah didirikan
dengan nama
Republik Weimar.
[132]
Gencatan senjata dan penyerahan diri
Penandatanganan gencatan senjata.
Di hutan
Compiègne setelah menyetujui gencatan senjata yang mengakhiri perang, tampak
Foch
kedua dari kanan. Gerbong di belakangnya, tempat penandatangann
tersebut, dipilih sebagai latar simbolis gencatan senjata Juni 1940 oleh
Pétain. Gerbong ini dipindahkan ke Berlin sebagai hadiah, namun karena
pengeboman Sekutu, gerbong ini dipindahkan ke
Crawinkel, Thuringia, dan sengaja dihancurkan tentara
SS tahun 1945.
[133]
Keruntuhan Blok Sentral terjadi cepat. Bulgaria merupakan negara
pertama yang menandatangani gencatan senjata pada tanggal 29 September
1918 di
Saloniki.
[134] Tanggal 30 Oktober, Kesultanan Utsmaniyah menyerah di
Moudros (
Gencatan Senjata Mudros).
[134]
Tanggal 24 Oktober, Italia memulai pergerakan yang berhasil menguasai kembali teritori yang hilang setelah
Pertempuran Caporetto. peristiwa ini memuncak pada
Pertempuran Vittorio Veneto,
yang menandai akhir dari Angkatan Darat Austria-Hongaria sebagai sebuah
pasukan perang yang efektif. Serangan ini juga mendorong disintegrasi
Kekaisaran Austria-Hongaria. Selama minggu terakhir Oktober, deklarasi
kemerdekaan dibuat di Budapest, Praha, dan Zagreb. Tanggal 29 Oktober,
otoritas kekaisaran meminta gencatan senjata dengan Italia. Tetapi
Italia terus bergerak maju, mencapai Trento, Udine, dan Trieste..
Tanggal 3 November, Austria-Hongaria mengirimkan
bendera putih untuk meminta
gencatan senjata. Persyaratan yang disampaikan melalui telegraf oleh pemimpin Sekutu di Paris dikirim ke komandan Austria dan diterima.
Gencatan senjata dengan Austria ditandatangani di Villa Giusti, dekat
Padua, tanggal 3 November. Austria dan Hongaria menandatangani gencatan senjata terpisah setelah penggulingan
Monarki Habsburg.
Setelah pecahnya
Revolusi Jerman 1918–1919, sebuah republik diproklamasikan tanggal 9 November.
Kaiser mengungsi ke Belanda.
Tanggal 11 November pukul 05:00,
gencatan senjata dengan Jerman ditandatangani di sebuah gerbong kereta di
Compiègne.
Pukul 11:00 tanggal 11 November 1918 — "jam sebelas hari sebelas bulan
sebelas" — gencatan senjata diberlakukan. Selama enam jam antara
penandatanganan gencatan senjata tersebut dan penerapannya, pasukan yang
saling berperang di Front Barat mulai menarik diri dari posisi mereka,
tetapi terus bertempur di sejumlah wilayah front karena para komandan
ingin mencaplok wilayah sebelum perang berakhir. Prajurit Kanada
George Lawrence Price ditembak seorang penembak jitu Jerman pada pukul 10:57 dan tewas pukul 10:58.
[135] Prajurit Amerika Serikat
Henry Gunther
gugur 60 detik sebelum gencatan senjata diterapkan saat sedang berlari
menyerbu tentara Jerman yang terkejut dan tahu bahwa gencatan senjata
sudah dekat.
[136] Prajurit Britania terakhir yang gugur adalah
George Edwin Ellison.
Korban terakhir dalam perang ini adalah seorang Jerman, Letnan Thomas,
yang setelah pukul 11:00 sedang berjalan menyusuri garis depan untuk
memberitahu tentara Amerika Serikat yang belum diberitahu tentang
gencatan senjata bahwa mereka akan mengosongkan bangunan di belakang
mereka.
[137] Pendudukan Rhineland terjadi setelah gencatan senjata. Pasukan pendudukan terdiri dari pasukan Amerika Serikat, Belgia, Britania, dan Perancis.
Superioritas Sekutu dan legenda pengkhianatan, November 1918
Pada bulan November 1918, Sekutu memiliki suplai prajurit dan
material
yang cukup untuk menyerbu Jerman. Namun pada saat gencatan senjata,
tidak ada pasukan Sekutu yang melintasi perbatasan Jerman; Front Barat
masih 900 mil (1,400 km) jauhnya dari Berlin; dan pasukan Kaiser telah
mundur dari medan perang secara baik-baik. Faktor-faktor tersebut
memungkinkan Hindenburg dan pemimpin Jerman senior lainnya menyebar
berita bahwa pasukan mereka belum benar-benar dikalahkan. Ini berujung
pada
legenda pengkhianatan,
[138][139] yang menyebut kekalahan Jerman bukan karena ketidakmampuannya melanjutkan peperangan (meski hampir satu juta tentara menderita
wabah flu 1918
dan tidak bisa berperang), tetapi kegagalan publik merespon "panggilan
patriotik"-nya dan dugaan sabotase perang internasional, terutama oleh
kaum Yahudi, Sosialis, dan Bolshevik.
Perjanjian Versailles, Juni 1919
Keadaan perang formal antara kedua pihak terus berlanjut selama tujuh bulan selanjutnya sampai penandatanganan
Perjanjian Versailles
dengan Jerman pada tanggal 28 Juni 1919. Akan tetapi, publik Amerika
Serikat menolak ratifikasi perjanjian tersebut, terutama karena
Liga Bangsa-Bangsalah perjanjian tersebut dibuat; A.S. tidak mengakhiri secara resmi keikutsertaannya dalam perang sampai
Resolusi Knox-Porter
ditandatangani tahun 1921. Setelah Perjanjian Versailles, perjanjian
dengan Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Kesultanan Utsmaniyah
ditandatangani. Namun, negosiasi perjanjian terakhir dengan Kesultanan
Utsmaniyah diikuti oleh perselisihan (
Perang Kemerdekaan Turki),
dan perjanjian damai terakhir antara Blok Sekutu dan negara yang segera
menjadi Republik Turki baru ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923 di
Lausanne.
Sejumlah
tugu peringatan perang
menyebut akhir perang adalah ketika Perjanjian Versailles
ditandatangani tahun 1919, yaitu ketika banyak tentara yang berdinas di
luar negeri akhirnya pulang ke negara masing-masing; sebaliknya, banyak
peringatan berakhirnya perang terpusat pada gencatan senjata tanggal 11
November 1918. Secara hukum, perjanjian damai formal belum selesai
sampai ditandatanganinya perjanjian terakhir, yaitu Perjanjian Lausanne.
Sesuai ketentuannya, pasukan Sekutu keluar dari
Konstantinopel tanggal 23 Agustus 1923.
Teknologi
Tentara Kanada dengan luka bakar
gas mustar, ca. 1917–1918.
Perang Dunia Pertama dimulai sebagai tabrakan teknologi abad ke-20 dan
taktik
abad ke-19, disertai jatuhnya korban dalam jumlah besar. Tetapi pada
akhir 1917, pasukan-pasukan besar, sekarang berjumlah jutaan, telah
melakukan modernisasi dan memakai telepon,
komunikasi nirkabel,
[140] kendaraan lapis baja,
tank,
[141]
dan pesawat terbang. Formasi infanteri disusun ulang, sehingga pasukan
100 orang tidak lagi menjadi unit manuver utama dan digantikan oleh
skuat yang terdiri dari kurang lebih 10 tentara, di bawah komando NCO
junior.
Artileri juga mengalami revolusi. Tahun 1914, meriam diposisikan di garis depan dan ditembakkan langsung ke target. Tahun 1917,
tembakan tidak langsung
dengan senjata (disertai mortir dan bahkan senjata mesin) biasa
dilakukan, memakai teknik baru mencari dan mengukur, terutama pesawat
dan
telepon lapangan yang sering diabaikan. Misi
kontra-baterai biasa dilakukan dan deteksi suara dipakai untuk melacak keberadaan baterai musuh.
Jerman jauh lebih maju daripada Sekutu dalam memanfaatkan tembakan berat tidak langsung. Angkatan Darat Jerman memakai
howitzer
150 dan 210 mm pada tahun 1914, sementara senjata Perancis dan Britania
hanya 75 dan 105 mm. Britania memiliki howiter 6 inci (152 mm), tetapi
sangat berat sehingga harus dirombak dulu dan disusun di medan tempur.
Jerman juga memakai senjata Austria 305 mm dan 420 mm, dan sejak awal
perang sudah memiliki cadangan berbagai kaliber
Minenwerfer yang ideal dipakai untuk peperangan parit.
[142]
Banyak pertempuran melibatkan
peperangan parit
yang memakan korban ratusan tentara untuk setiap yard yang
diperebutkan. Sebagian besar pertempuran paling mematikan sepanjang
sejarah terjadi pada Perang Dunia Pertama, seperti
Ypres,
Marne,
Cambrai,
Somme,
Verdun, dan
Gallipoli. Jerman memakai
proses Haber fiksasi nitrogen untuk menyediakan suplai bubuk mesiu yang tetap untuk pasukan-pasukannya, meski terjadi blokade laut oleh Britania.
[143] Artileri mengakibatkan jumlah korban paling banyak
[144] dan mengonsumsi banyak sekali peledak. Sejumlah besar luka kepala akibat ledakan granat dan
fragmentasi mendorong negara-negara terlibat mengembangkan
helm baja modern, dipimpin oleh Perancis yang memperkenalkan
helm Adrian pada tahun 1915. Perkembangan ini diikuti oleh
helm Brodie yang dipakai tentara Imperium Britania dan A.S., dan pada tahun 1916 oleh
Stahlhelm Jerman dengan perbaikan desain yang masih dipakai sampai sekarang.
"Gas! Gas! Quick, boys!... Fitting the
clumsy helmets just in time; But someone still was yelling out and
stumbling, And flound'ring like a man in fire or lime... Dim, through
the misty panes and thick green light, As under a green sea, I saw him
drowning."- Wilfred Owen, DULCE ET DECORUM EST, 1917[145] |
Pemakaian bahan kimia yang luas adalah fitur berbeda dalam konflik ini. Gas yang dipakai meliputi
klorin,
gas mustar, dan
fosgin. Sedikit korban perang yang jatuh akibat gas,
[146] karena pertahanan efektif terhadap serangan gas segera diciptakan, seperti
masker gas. Pemakaian
peperangan kimia dan
pengeboman strategis berskala kecil tidak diizinkan oleh
Konvensi Den Haaf 1907, dan keduanya terbukti tidak begitu efektif,
[147] meski berhasil menangkap perhatian publik.
[148]
Senjata darat terkuat adalah
senjata kereta api yang berbobot ratusan ton per unitnya. Senjata ini diberi nama
Big Bertha, meski pemilik namanya bukanlah sebuah senjata kereta api. Jerman mengembangkan
Paris Gun
yang mampu mengebom Paris dari jarak 100 kilometre (62 mil), meski
granatnya relatif ringan dengan berat 94 kilogram (210 lb). Saat Sekutu
juga mempunyai senjata kereta, model Jerman jauh lebih maju dan canggih
daripada Sekutu.
Penerbangan
-
RAF Sopwith Camel. Bulan April 1917, harapan hidup rata-rata seorang pilot Britania di Front Barat adalah 93 jam terbang.
[149]
Pesawat bersayap tetap pertama dipakai secara militer oleh Italia di Libya tanggal 23 Oktober 1911 pada
Perang Italia-Turki untuk keperluan mata-mata, dan pada tahun berikutnya diikuti oleh penjatuhan granat dan
fotografi udara. Tahun 1914, pemanfaatan militer mereka tampak jelas. Pesawat awalnya dipakai untuk
mata-mata dan
serangan darat. Untuk menembak jatuh pesawat musuh, senjata antipesawat dan
pesawat tempur dikembangkan.
Pengebom strategis diciptakan, terutama oleh Jerman dan Britania, meski Jerman juga memakai
Zeppelin.
[150] Menjelang akhir konflik,
kapal angkut pesawat dipakai untuk pertama kalinya, dengan
HMS Furious meluncurkan
Sopwith Camels dalam
sebuah serangan untuk menghancurkan hangar Zeppelin di
Tondern tahun 1918.
[151]
Balon pemantau
berawak, melayang jauh di atas parit, dipakai sebagai platform
mata-mata stasioner, melaporkan pergerakan musuh dan mengarahkan
artileri. Balon umumnya diawaki dua orang, dilengkapi
parasut,
[152]
sehingga jika terjadi serangan udara musuh, awak balon dapat terjun
dengan selamat. Pada masa itu, parasut begitu berat untuk dipakai pilot
pesawat (bersama keluaran tenaga marginalnya), dan versi parasut kecil
belum dikembangkan sampai akhir perang; parasut juga ditolak para
pemimpin Britania yang khawatir akan menciptakan sifat pengecut.
[153]
Parit Jerman dihancurkan oleh
ledakan ranjau. Sekitar 10.000 tentara Jerman gugur ketika 19 ranjau diledakaan secara bersamaan.
Diakui atas kegunaannya sebagai platform pemantau, balon menjadi
target penting pesawat musuh. Untuk mempertahankannya dari serangan
udara, balon-balon sangat dilindungi oleh senjata antipesawat dan
dipatroli oleh pesawat teman; untuk menyerang musuh, senjata tidak umum
seperti roket udara-ke-udara dipakai. Karena itu nilai mata-mata lampu
suar dan balon berkontribusi terhadap pengembangan pertempuran udara
antara semua jenis pesawat, dan menciptakan kebuntuan parit, karena
mustahil memindahkan sejumlah besar tentara tanpa terdeteksi. Jerman
melakukan serangan udara di Inggris sepanjang tahun 1915 dan 1916 dengan
kapal udara, berharap menjatuhkan moral Britania dan mengakibatkan
pesawat dialihkan dari garis depan, dan pada akhirnya menciptakan
kepanikan yang mendorong pengalihan beberapa skadron pesawat tempur dari
Perancis.
[150][153]
Pemutakhiran teknologi laut
Jerman mengirimkan
kapal-U (
kapal selam) setelah perang dimulai. Berada di antara peperangan kapal selam terbatas dan tanpa batas di Atlantik,
Kaiserliche Marine
memakai kapal-kapal ini untuk memutus rantai suplai penting Kepulauan
Britania Raya. Kematian pelaut dagang Britania dan kehebatan kapal-U
mendorong pengembangan ranjau bawah air (1916),
hidrofon (
sonar pasif, 1917),
lampu suar,
kapal selam pemburu (
HMS R-1, 1917),
senjata antikapal selam, dan hidrofon celup (dua perlengkapan terakhir tidak digunakan lagi pada tahun 1918).
[154] Untuk memperluas operasi mereka, Jerman merancang kapal selam suplai pada tahun 1916. Kebanyakan kapal selam ditinggalkan pada
masa antarperang sampai Perang Dunia II memunculkan lagi kebutuhan akan kapal selam.
Pemutakhiran teknologi peperangan darat
Parit, senjata mesin, mata-mata udara, kawat berduri, dan artileri modern dengan
granat
fragmentasi membantu menciptakan kebuntuan di lini pertempuran Perang
Dunia I. Britania dan Perancis mencari solusi dengan menciptakan tank
dan
peperangan mekanis.
Tank pertama Britania dipakai pada
Pertempuran Somme
tanggal 15 September 1916. Ketergantungan mekanis adalah suatu masalah,
tetapi uji coba membuktikan keandalannya. Dalam satu tahun, Britania
melibatkan ratusan tank dalam pertempuran dan tank-tank tersebut
menunjukkan kebolehan mereka pada
Pertempuran Cambrai bulan November 1917 dengan menerobos Garis Hindenburg, sementara tim
senjata gabungan
menangkap 8.000 tentara musuh dan 100 senjata. Perancis memperkenalkan
tank pertama dengan meriam berputar, Renault FT-A7, yang menjadi
perlengkapan perang yang paling menentukan kemenangan. Konflik ini juga
mendorong diperkenalkannya
senjata otomatis ringan dan
senjata submesin, seperti
Lewis Gun,
bedil otomatis Browning, dan
Bergmann MP18.
Penyembur api dan angkutan subterania
Senjata baru lainnya,
penyembur api,
pertama dipakai oleh pasukan Jerman dan kemudian diadopsi oleh pasukan
lain. Meski tidak bernilai taktis tinggi, penyembur api adalah senjata
kuat dengan kemampuan demoralisasi yang mengakibatkan teror di medan
tempur. Ini adalah senjata berbahaya karena bobotnya yang berat membuat
operatornya mudah menjadi target musuh.
Rel kereta parit
berevolusi untuk pengiriman sejumlah besar makanan, air, dan amunisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tentara-tentara di daerah
tempat sistem transportasi konvensional telah dihancurkan. Mesin
pembakaran dalam dan sistem traksi yang diperbarui untuk mobil dan
truk/lori akhirnya membuat rel kereta parit kedaluwarsa.
Kejahatan perang
Genosida dan pembersihan etnis
Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi warga sipil Serbia saat pendudukan
Mačva, 1914
Pembersihan etnis populasi
Armenia di Kesultanan Utsmaniyah, termasuk deportasi dan eksekusi massal, saat tahun-tahun terakhir Kesultanan Utsmaniyah tergolong
genosida.
[155] Utsmaniyah memandang seluruh populasi Armenia sebagai
musuh[156] yang memilih berpihak pada Rusia sejak awal perang.
[157]
Pada awal 1915, sejumlah warga Armenia bergabung dengan pasukan Rusia,
dan pemerintah Utsmaniyah menggunakan alasan ini sebagai dasar
pengesahan
Hukum Tehcir
(Hukum Deportasi). Hukum ini membolehkan deportasi penduduk Armenia
dari provinsi-provinsi timur Kesultanan ke Suriah antara 1915 dan 1917.
Jumlah pasti korban tewas tidak diketahui. Meski Balakian memberi
kisaran antara 250.000 sampai 1,5 juta orang Armenia,
[158] International Association of Genocide Scholars memperkirakan lebih dari 1 juta jiwa.
[155][159] Pemerintah Turki dari dulu tetap
menolak tuduhan genosida
dengan berpendapat bahwa mereka yang tewas adalah korban peperangan
antaretnis, kelaparan, atau wabah selama Perang Dunia Pertama.
[160] Kelompok etnis lain yang juga diserang Kesultanan Utsmaniyah pada saat itu termasuk
bangsa Assyria dan
Yunani, dan sejumlah sarjana menganggap peristiwa tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemusnahan yang sama.
[161][162][163]
Foto memperlihatkan penduduk Armenia yang dibunuh saat Genosida Armenia. Gambar diambil dari buku
Ambassador Morgenthau's Story karya
Henry Morgenthau, Sr., diterbitkan tahun 1918.
[164]
Kekaisaran Rusia
Banyak
pogrom terjadi seiring
Revolusi 1917 Rusia dan
Perang Saudara Rusia. 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan yang terjadi di seluruh wilayah bekas Kekaisaran Rusia.
[165]
"Pemerkosaan Belgia"
Para penyerbu Jerman menganggap perlawanan apapun—seperti menyabotase
rel kereta—sebagai tindakan ilegal dan imoral, dan menembak pelanggar
dan membakar bangunan sebagai balasannya. Selain itu, mereka cenderung
menganggap sebagian besar warga sipil sebagai "franc-tireurs"
berpotensial, dan menangkap dan kadang membunuh tahanan dari kalangan
warga sipil. Pasukan Jerman mengeksekusi lebih dari 6.500 warga sipil
Perancis dan Belgia antara Agustus dan November 1914, biasanya dalam
penembakan warga sipil berskala besar nyaris acak yang diperintahkan
oleh perwira junior Jerman. Angkatan Darat Jerman menghancurkan
15.000-20.000 bangunan—termasuk perpustakaan universitas di
Louvain—dan
menciptakan gelombang pengungsi sebesar satu juta orang. Lebih dari
separuh resimen Jerman di Belgia terlibat dalam insiden-insiden besar.
[166] Ribuan pekerja dikirim ke Jerman untuk bekerja di pabrik. Propaganda Britania yang mendramatisir "
Pemerkosaan Belgia"
menarik banyak perhatian di Amerika Serikat, sementara Berlin
menyatakan tindakan tersebut sah dan perlu karena ancaman para
"franc-tireurs" (gerilya) seperti yang terjadi di Perancis tahun 1870.
[167]
Britania dan Perancis membesar-besarkan laporan tersebut dan
menyebarluaskannya di dalam negeri dan Amerika Serikat, tempat mereka
memainkan peran besar dalam menghapus dukungan untuk Jerman.
[168][169]
Pengalaman tentara
Tentara Britania awalnya merupakan relawan, namun pada akhirnya menjadi
wajib militer.
Imperial War Museum
di Britania telah mengoleksi lebih dari 2.500 tekaman kesaksian pribadi
tentara, dan sejumlah transkrip pilihan yang disunting oleh penulis
militer
Max Arthur
telah diterbitkan. Museum ini percaya bahwa sejarawan belum
memanfaatkan penuh material-material ini, dan museum ini berhasil
memiliki arsip lengkap rekaman untuk para penulis dan peneliti.
[170]
Veteran yang selamat dan pulang cenderung hanya bisa mendiskusikan
pengalaman mereka dengan sesama rekannya. Mereka berkumpul dan membentuk
"asosiasi veteran" atau "Legiun".
Tawanan perang
Tawanan Jerman di kamp penjara Perancis
Sekitar 8 juta tentara menyerah dan ditahan di
kamp tawanan perang selama Perang Dunia I. Semua negara berjanji mengikuti
Konvensi Den Haag mengenai perlakuan baik
tawanan perang. Tingkat keselamatan tawanan perang umumnya lebih tinggi daripada rekan mereka di garis depan.
[171] Penyerahan diri individu cenderung tidak biasa; pasukan dalam jumlah besar yang biasanya menyerah secara massal. Pada
Pertempuran Tannenberg 92.000 tentara Rusia menyerah. Saat garnisun
Kaunas
yang dikepung menyerah tahun 1915, sekitar 20.000 tentara Rusia
menyerah. Lebih dari setengah kerugian Rusia (sebagai perbandingan
terhadap mereka yang ditangkap, terluka, atau gugur) memiliki status
tawanan; untuk Austria-Hongaria 32%, Italia 26%, Perancis 12%, Jerman
9%; Britania 7%. Tawanan dari pasukan Sekutu berjumlah 1,4 juta orang
(tidak termasuk Rusia, yang 2,5-3,5 juta tentaranya ditawan). Dari Blok
Sentral, sekitar 3,3 juta tentara menjadi tawanan perang.
[172]
Jerman menahan 2,5 juta tentara; Rusia menahan 2,9 juta tentara;
sementara Britania dan Perancis sekitar 720.000 tentara. Kebanyakan di
antara mereka ditangkap tepat sebelum gencatan senjata. A.S. menahan
48.000 tentara. Saat-saat paling berbahaya adalah tindakan penyerahan
diri, ketika tentara yang pasrah kadang ditembaki begitu saja.
[173][174] Setelah tawanan tiba di kamp, kondisi pada umumnya memuaskan (dan lebih baik daripada Perang Dunia II), berkat upaya
Palang Merah Internasional dan inspeksi oleh negara-negara netral. Akan tetapi, di Rusia lebih buruk lagi:
kelaparan
biasa terjadi di kalangan tawanan dan warga sipil; sekitar 15–20% dari
seluruh tawanan di Rusia meninggal. Di Jerman, makanan langka, tetapi
hanya 5% yang meninggal.
[175][176][177]
Kesultanan Utsmaniyah sering memperlakukan tahanan perang dengan buruk.
[178] Sekitar 11.800 tentara Imperium Britania, kebanyakan India, ditawan setelah
Pengepungan Kut di
Mesopotamia pada bulan April 1916; 4.250 orang meninggal dalam penjara.
[179]
Meski banyak yang sedang dalam kondisi buruk saat ditangkap, para
perwira Utsmaniyah memaksa mereka berjalan sejauh 1,100 kilometre
(684 mil) ke
Anatolia. Seorang korban selamat mengatakan, "Kami digiring seperti hewan liar; keluar dari sana artinya mati."
[180] Para korban selamat kemudian dipaksa membangun rel kereta api melintasi
Pegunungan Taurus.
Di Rusia, saat para tawanan dari
Legiun Ceko
Angkatan Darat Austria-Hongaria dibebaskan tahun 1917, mereka
mempersenjatai diri kembali dan sempat menjadi kekuatan militer dan
diplomatik pada Perang Saudara Rusia.
Meski tawanan Sekutu di Blok Sentral langsung dikirim pulang setelah
akhir perang, perlakuan yang sama tidak diberikan kepada tawanan Blok
Sentral di negara Sekutu dan Rusia. Kebanyakan dari tawanan Blok Sentral
tersebut dijadikan
pekerja paksa, misalnya di Perancis sampai tahun 1920. Mereka baru dibebaskan setelah Palang Merah mendekati
Dewan Agung Sekutu berkali-kali.
[181] Tawanan Jerman masih ditahan di Rusia sampai tahun 1924.
[182]
Atase militer dan koresponden perang
Pemantai militer dan sipil dari setiap kekuatan besar mengikuti
dengan saksama jalannya perang. Banyak yang mampu melaporkan suatu
peristiwa dari sudut pandang yang mirip dengan posisi "
tempelan"
di dalam daratan dan pasukan laut musuh. Para atase militer dan
pemantau lain ini mempersiapkan kesaksian langsung mengenai perang
disertai tulisan analitis.
Misalnya, mantan Kapten Angkatan Darat A.S.
Granville Fortescue mengikuti perkembangan
Kampanye Gallipoli
dari sudut pandang tempelan di dalam wilayah pertahanan Turki; dan
laporannya diteruskan melalui sensor Tukri sebelum dicetak di London dan
New York.
[183]
Akan tetapi, peran pemantau ini diabaikan ketika A.S. memasuki kancah
perang, sementara Fortescue langsung mendaftar ulang masuk militer dan
terluka di
Hutan Argonne pada
Ofensif Meuse-Argonne, September 1918.
[184]
Narasi perang oleh pemantau secara mendalam dan artikel jurnal
profesional yang lebih sempit segera ditulis setelah perang; dan laporan
pascaperang ini umumnya mengilustrasikan kehancuran medan tempur dalam
konflik ini. Ini bukan pertama kalinya taktik posisi parit untuk
infanteri yang dipersenjatai senjata mesin dan artileri menjadi sangat
penting.
Perang Rusia-Jepang
juga dipantau secara saksama oleh atase militer, koresponden perang,
dan pemantau lain; tetapi, dari sudut pandang abad ke-21, tampak jelas
bahwa serangkaian pelajaran taktik diabaikan atau tidak dipakai dalam
persiapan perang di Eropa dan seluruh Perang Besar.
[185]
Dukungan dan penentangan perang
Dukungan
"Inggris dulu, baru diri sendiri", 1916
Di Balkan,
nasionalis Yugoslav seperti pemimpin
Ante Trumbić di
Balkan sangat mendukung perang ini dan memimpikan bebasnya
bangsa Yugoslav dari
Austria-Hongaria dan kekuatan asing lainnya, serta pembentukan
Yugoslavia merdeka.
[186] Komite Yugoslav didirikan di Paris tanggal 30 April 1915, namun kemudian memindahkan kantornya ke London; Trumbić memimpin Komite ini.
[186]
Di Timur Tengah,
nasionalisme Arab
berkobar di teritori-teritori Utsmaniyah sebagai respon atas naiknya
nasionalisme Turki sepanjang perang. Para pemimpin nasionalis Arab
menyuarakan pembentukan negara
pan-Arab.
[187] Pada tahun 1916,
Pemberontakan Arab terjadi di teritori Timur Tengah milik Utsmaniyah demi mencapai kemerdekaan.
[187]
Nasionalisme Italia
didorong oleh pecahnya perang dan awalnya sangat didukung oleh berbagai
faksi politik. Salah satu pendukung perang nasionalis Italia yang
paling tekrenal adalah
Gabriele d'Annunzio, yang mempromosikan
iredentisme Italia dan membantu meyakinkan publik Italia untuk mendukung intervensi perang.
[188] Partai Liberal Italia di bawah kepemimpinan
Paolo Boselli mempromosikan intervensi perang di sisi Sekutu dan memanfaatkan
Dante Aligheri Society untuk mempromosikan nasionalisme Italia.
[189]
Sejumlah partai sosialis awalnya mendukugn perang ketika pecah bulan Agustus 1914.
[190] Tetapi sosialis Eropa terbagi di sisi nasional, dengan konsep
kelas konflik yang dipegang oleh sosialis radikal seperti kaum Marxis dan
sindikalis yang muncul akibat dukungan patriotik mereka terhadap perang.
[191]
Setelah perang dimulai, sosialis Austria, Britania, Jerman, Perancis,
dan Rusia mengikuti arus nasionalis yang bangkit dengan mendukung
intervensi perang oleh negara mereka .
[192]
Para sosialis Italia terbagi menjadi pendukung perang dan
penentangnya; beberapa di antaranya adalah pendukung perang yang
militan, termasuk
Benito Mussolini dan
Leonida Bissolati.
[193] Akan tetapi,
Partai Sosialis Italia memutuskan menentang perang setelah para pengunjuk rasa anti-militer tewas dan mengakibatkan
mogok massal bernama
Minggu Merah.
[194] Partai Sosialis Italia membersihkan dirinya dari anggota-anggota nasionalis pro-perang, termasuk Mussolini.
[194] Mussolini, seorang
sindikalis
yang mendukung perang atas dasar klaim iredentis wilayah berpopulasi
Italia di Austria-Hongaria, membentuk organisasi pro-intervensionis
Il Popolo d'Italia dan
Fasci Riviluzionario d'Azione Internazionalista ("
Fasci Revolusi untuk Aksi Internaisonal") pada bulan Oktober 1914 yang kelak berkembang menjadi
Fasci di Combattimento tahun 1919, asal usul fasisme.
[195] Nasionalisme Mussolini memungkinkan dirinya menggalang dana dari
Ansaldo (firma senjata) dan perusahaan lain untuk membentuk
Il Popolo d'Italia untuk meyakinkan para sosialis dan revolusionis agar mendukung perang.
[196]
Pada bulan April 1918, Kongres Bangsa Terindas Roma mengadakan pertemuan, termasuk perwakilan bangsa
Cekoslovak,
Italia,
Polandia,
Transylvania, dan
Yugoslav yang meminta Sekutu mendukung
penentuan nasib sendiri nasional untuk orang-orang yang tinggal di dalam
Austria-Hongaria.
[190]
Penentangan
Sesaat sebelum perang, Jenderal Britania
Horace Smith-Dorrien memprediksikan terjadinya perang menghancurkan yang harus bisa dihindari
dengan nyaris segala cara.
Serikat dagang dan gerakan sosialis sudah lama menenetang sebuah
perang yang menurut mereka berarti bahwa pekerja akan membunuh pekerja
lain demi kepentingan kapitalisme. Setelah perang dideklarasikan,
rupanya banyak sosialis dan serikat dagang yang malah membantu
pemerintah mereka. Di antara pengecualian tersebut adalah kaum
Bolshevik,
Partai Sosialis Amerika, dan
Partai Sosialis Italia, dan individu seperti
Karl Liebknecht,
Rosa Luxemburg, dan para pengikutnya di Jerman. Ada pula sejumlah kecul kelompok antiperang di Britania dan Perancis.
Benediktus XV,
terpilih sebagai Paus kurang dari tiga bulan setelah Perang Dunia I,
menjadikan perang dan segala akibatnya fokus utama tugas kepausan
pertamanya. Berbeda dengan
pendahulunya,
[197]
lima hari pasca-pemilihannya, ia berbicara tentang tugas dia untuk
melakukan sebisanya untuk menciptakan perdamaian. Ensiklik pertamanya,
Ad Beatissimi Apostolorum,
dibacakan tanggal 1 November 1914, membicarakan masalah ini. Dipandang
sebagai tokoh bias yang berpihak pada satu sisi dan dibenci karena
melemahkan moral nasional, Benediktus XV melihat kemampuan dan posisinya
yang unik sebagai duta perdamaian religius diabaikan oleh negara-negara
yang terlibat.
Perjanjian London 1915 antara Italia dan Entente Tiga meliputi
persyaratan rahasia yaitu Sekutu setuju dengan Italia untuk mengabaikan
panggilan Paus agar berdamai dengan Blok Sentral. Akibatnya, penerbitan
Nota Perdamaian Agustus 1917 tujuh poin usulan Benediktus diabaikan oleh
semua pihak, kecuali Austria-Hongaria.
[198]
Di
Britania, tahun 1914, kamp tahunan
Public Schools Officers' Training Corps diadakan di Tidworth Pennings, dekat
Salisbury Plain. Kepala
Angkatan Darat Britania Raya Lord Kitchener bermaksud meninjau
kadetnya, tetapi pecahnya perang menggagalkan tugas tersebut. Jenderal
Horace Smith-Dorrien
menggantikannya. Ia membuat terkejut dua per tiga ribu kadet dengan
mengatakan (mengutip Donald Christopher Smith, seorang kadeta
Bermuda
yang hadir), "bahwa perang harus dihindari dengan nyaris segala cara,
bahwa perang tidak menyelesaikan apa-apa, bahwa seluruh Eropa dan lainna
akan berantakan, dan bahwa jumlah korban tewas akan sangat besar
sehingga seluruh populasi akan menyusut drastis. Akibat keteledoran
kita, saya, dan banyak di antara kita, merasa hampir malu terhadap
seorang Jenderal Britania yang mengeluarkan sentimen yang memuramkan dan
tidak patriotik ini, tetapi selama empat tahun berikutnya, di antara
kita yang selamat dari pembantaian ini—mungkin tidak lebih dari
seperempat—belajar tnetang betapa benar perkiraan Jenderal dan betapa
berani ia menyatakannya."
[199]
Mengeluarkan perkataan sentimen seperti ini tidak menghancurkan karier
Smith-Dorien atau bahkan mencegahnya melakukan tugasnya pada Perang
Dunia I sebaik-baiknya.
The Deserter, 1916. Kartun antiperang memperlihatkan Yesus menghadapi regu penembak yang terdiri dari tentara dari lima negara Eropa.
1917 – Eksekusi di
Verdun pada masa-masa pemberontakan militer.
Banyak negara memenjarakan orang-orang yang berbicara menentang konflik ini. Mereka mencakup
Eugene Debs di Amerika Serikat dan
Bertrand Russell di Britania. Di A.S.,
Undang-Undang Spionase 1917 dan
Undang-Undang Penghasutan 1918
menjadikan penolakan perekrutan militer atau membuat pernyataan apapun
yang dirasa "tidak loyal" suatu tindak kejahatan. Penerbitan yang kritis
terhadap pemerintahan ditarik dari sirkulasi oleh sensor pos,
[102] dan banyak yang lama dipenjara akibat pernyataan mereka yang dianggap tidak patriotik.
Pemberontakan pasukan Ceko di
Rumburk bulan Mei 1918 secara brutal dipadamkan dan para pemimpinnya dieksekusi.
Sejumlah kaum nasionalis menentang intervensi, terutama di dalam
negara-negara yang tidak disukai nasionalis. Meski sebagian besar
penduduk Irlandia mau ikut berperang tahun 1914 dan 1915, sebagian kecil
nasionalis Irlandia maju menolak ikut serta dalam perang.
[200]
Perang terjadi meski muncul krisis Pemerintahan Dalam Negeri di
Irlandia yang muncul kembali tahun 1912, dan pada Juli 1914 muncul
kemungkinan serius akan pecahnya perang sipil di Irlandia.
[201] Para nasionalis dan Marxis Irlandia berusaha mengejar kemerdekaan Irlandia yang berujung pada
Pemberontakan Paskah tahun 1916, dengan Jerman mengirimkan 20.000 senjata bedil ke Irlandia untuk menciptakan kerusuhan di Britania Raya.
[201] Pemerintah Britania Raya memberlakukan
darurat militer
di Irlandia sebagai tanggapan terhadap Pemberontakan Paskah, meski
setelah ancaman revolusi berkurang para pihak berwenang mencoba
menenangkan perasaan kaum nasionalis.
[202]
Penolakan lain berasal dari para
penentang bernurani – separuh sosialis, separuh religius – yang menolak berperang. Di Britania, 16.000 orang meminta status penentang bernurani.
[203] Sebagian dari mereka, terutama aktivis perdamaian paling terkenal
Stephen Henry Hobhouse, menolak dinas militer dan alternatif.
[204] Banyak yang dipenjara bertahun-tahun, termasuk
pengurungan sendiri dan diet roti dan air. Bahkan setelah perang, di Britania banyak iklan pekerjaan diberi tanda "Kecuali penentang bernurani".
Pemberontakan Asia Tengah pecah pada musim panas 1916, ketika pemerintah
Kekaisaran Rusia mengakhiri pengecualian Muslim dari dinas militer.
[205]
Tahun 1917, serangkaian
pemberontakan di tubuh AD Perancis berujung pada eksekusi lusinan tentara dan penahanan sejumlah besar tentara lainnya.
Di
Milan bulan Mei 1917, kaum revolusi
Bolshevik
menyusun dan mengadakan pemberontakan yang menuntut berakhirnya perang,
dan berupaya menutup pabrik-pabrik dan menghentikan operasi
transportasi umum.
[206] Pasukan Italia terpaksa memasuki
Milan dengan tank dan senjata mesin untuk menghadapi kaum Bolshevik dan
anarkis,
yang bertempur habis-habisan sampai 23 Mei ketika Angkatan Darat
berhasil mengambil alih kota. Hampir 50 orang (termasuk tiga tentara
Italia) tewas dan lebih dari 800 orang ditahan.
[206]
Krisis Wajib Militer 1917 di Kanada terjadi ketika Perdana Menteri
Robert Borden yang konservatif memerintahkan dinas militer wajib atas keberatan warga
Quebec berbahasa Perancis.
[207] Dari 625.000 tentara Kanada yang bertugas, 60.000 di antaranya gugur dan 173.000 lainnya luka-luka.
[208]
Tahun 1917, Kaisar
Charles I dari Austria secara rahasia memasuki negosiasi damai dengan negara-negara Sekutu, dengan saudara tirinya
Sixtus sebagai penengah, tanpa sepengetahuan sekutunya, Jerman. Sayangnya ia gagal akibat pemberontakan Italia.
[209]
Bulan September 1917,
tentara Rusia di Perancis mulai mempertanyakan mengapa mereka berperang untuk Perancis dan akhirnya memberontak.
[210] Di Rusia, penolakan perang mendorong para tentara mendirikan komite revolusinya sendiri, yang membantu memulai
Revolusi Oktober 1917, dengan tuntutan "roti, tanah, dan perdamaian". Kaum Bolshevik menyetujui perjanjian damai dengan Jerman berupa
Perjanjian Brest-Litovsk meski berada dalam kondisi buruk.
Di
Jerman Utara,
Revolusi Jerman 1918–1919
terjadi pada akhir Oktober 1918. Pasukan Angkatan Laut Jerman menolak
berlayar untuk operasi berskala besar terakhir dalam perang yang mereka
lihat sama saja seperti bunuh diri; peristiwa ini memulai pemberontakan.
pemberontakan pelayar yang kemudian terjadi di pelabuhan
Wilhelmshaven dan
Kiel
menyebar ke seluruh Jerman dalam hitungan hari dan berujung pada
proklamasi republik tanggal 9 November 1918 dan sesaat setelah itu
pengunduran diri
Kaiser Wilhelm II.
Wajib militer
Setelah perang ini perlahan berubah menjadi
perang atrisi,
wajib militer
diberlakukan di sejumlah negara. Masalah ini menjadi heboh di Kanada
dan Australia. Di Kanada, wajib militer memunculkan celah politik antara
warga
Perancis Kanada,
yang percaya kesetiaan mereka hanya untuk Kanada dan bukan Imperium
Britania, dan warga Inggris mayoritas, yang memandang perang sebagai
sebuah tugas bagi Britania maupun Kanada. Perdana Menteri
Robert Borden mengesahkan
Undang-Undang Dinas Militer, sehingga mencetuskan
Krisis Wajib Militer 1917. Di Australia, kampanye pro-wajib militer oleh Perdana Menteri
Billy Hughes mengakibatkan perpecahan di tubuh
Partai Buruh Australia, sehingga Hughes membentuk
Partai Nasionalis Australia pada tahun 1917 untuk mempromosikan peraturan ini. Meski begitu,
gerakan buruh, Gereja Katolik, dan ekspatriat
nasionalis Irlandia berhasil menentang peraturan Hughes, yang kemudian
ditolak di dua plebisit.
Wajib militer diterapkan untuk setiap pria yang mampu secara fisik di
Britania, enam dari sepuluh juta orang yang layak. Dari jumlah
tersebut, sekitar 750.000 orang gugur dan 1.700.000 lainnya luka-luka.
Kebanyakan korban tewas adalah pemuda yang belum menikah; akan tetapi,
160.000 istri kehilangan suaminya dan 300.000 anak kehilangan ayahnya.
[211]
Dampak
Dampak kesehatan dan ekonomi
Belum ada perang yang berhasil mengubah peta Eropa secara dramatis.
Empat kekaisaran menghilang: Jerman, Austria-Hongaria, Utsmaniyah, dan
Rusia. Empat dinasti, bersama aristokrasi kunonya, jatuh setelah perang:
Hohenzollern,
Habsburg,
Romanov, dan
Utsmaniyah. Belgia dan Serbia hancur parah, seperti halnya Perancis, dengan 1,4 juta tentara gugur,
[212] tidak termasuk korban lainnya. Jerman dan Rusia juga terkena dampak serupa.
[213]
Perang ini memberi konsekuensi ekonomi mendalam. Dari 60 juta tentara
Eropa yang dimobilisasi mulai tahun 1914 sampai 1918, 8 juta di
antaranya gugur, 7 juta cacat permanen, dan 15 juta luka parah. Jerman
kehilangan 15,1% populasi pria aktifnya, Austria-Hongaria 17,1%, dan
Perancis 10,5%.
[214] Sekitar 750.000 warga sipil Jerman tewas akibat
kelaparan yang disebabkan oleh blokade Britania selama perang.
[215] Pada akhir perang, kelaparan telah menewaskan sekitar 100.000 orang di Lebanon.
[216] Perkiraan terbaik untuk jumlah korban tewas akibat
kelaparan Rusia 1921 adalah 5 juta sampai 10 juta orang.
[217]
Pada tahun 1922, terdapat 4,5 juta sampai 7 juta anak tanpa rumah di
Rusia akibat satu dasawarsa kehancuran sejak Perang Dunia I, Perang
Saudara Rusia, dan kelaparan 1920–1922.
[218] Sejumlah penduduk Rusia anti-Soviet mengungsi ke negara lain setelah Revolusi; pada tahun 1930-an, kota
Harbin di Cina utara menampung 100.000 warga Rusia.
[219] Ribuan lainnya pindah ke Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Di Australia, dampak perang terhadap ekonomi tidak terlalu parah.
Perdana Menteri Hughes menulis surat untuk Perdana Menteri Britania Raya
Lloyd George, "Anda telah meyakinkan kami bahwa Anda tidak bisa
mendapatkan persyaratan yang lebih baik. Saya sangat menyesalkan hal
tersebut, dan sekarang berharap bahwa ada suatu cara untuk menetapkan
perjanjian permintaan biaya perbaikan setara dengan pengorbanan luar
biasa yang dilakukan Imperium Britania dan para Sekutunya."
[220]
Australia menerima perbaikan perang senilai ₤5.571.720, tetapi biaya
perang Australia secara langsung berjumlah ₤376.993.052, dan pada
pertengahan 1930-an biaya pensiun, hadiah perang, bunga, dan dana
tenggelam berjumlah ₤831.280.947.
[220] Dari sekitar 416.000 tentara Australia yang berdinas, 60.000 di antaranya gugur dan 152.000 lainnya luka-luka.
[221]
Wabah menyebar pada masa-masa perang yang kacau. Pada tahun 1914 saja,
wabah tipus yang dibawa kutu menewaskan 200.000 orang di Serbia.
[222] Mulai tahun 1918 sampai 1922, Rusia mengalami 25 juta infeksi dan 3 juta kematian akibat wabah tipus.
[223] Sementara sebelum Perang Dunia I Rusia memiliki 3,5 juta kasus
malaria, negara ini memiliki lebih dari 13 juta kasus pada tahun 1923.
[224] Selain itu, wabah influenza besar menyebar ke seluruh dunia. Secara keseluruhan,
pandemi flu 1918 menewaskan sedikitnya 50 juta orang.
[225][226]
Rumah sakit militer darurat saat wabah
flu Spanyol yang menewaskan sekitar 675.000 orang di Amerika Serikat. Camp Funston, Kansas, 1918
Lobi oleh
Chaim Weizmann dan kekhawatiran bahwa penduduk Yahudi Amerika akan memaksa AS mendukung Jerman berakhir dengan
Deklarasi Balfour 1917 oleh pemerintah Britania yang menetapkan pendirian
tanah air Yahudi di Palestina.
[227]
Lebih dari 1.172.000 tentara Yahudi berdinas di pasukan Sekutu dan
Sentral pada Perang Dunia I, termasuk 275.000 di Austria-Hongaria dan
450.000 di Kekaisaran Rusia.
[228]
Gangguan sosial dan kekerasan luas pada
Revolusi 1917 dan
Perang Saudara Rusia mengakibatkan terjadinya 2.000
pogrom di bekas Kekaisaran Rusia, kebanyakan di
Ukraina.
[229] Sekitar 60.000–200.000 warga sipil Yahudi tewas dalam kekerasan ini.
[230]
Setelah Perang Dunia I, Yunani
berperang melawan kaum nasionalis Turki yang dipimpin oleh
Mustafa Kemal, sebuah perang yang berakhir dengan
pertukaran penduduk besar-besaran antar kedua negara di bawah
Perjanjian Lausanne.
[231] Menurut berbagai sumber,
[232] sekian ratus ribu
Yunani Pontik tewas pada masa-masa perang tersebut.
[233]
Perjanjian damai dan batas negara
Setelah perang,
Konferensi Perdamaian Paris memberlakukan beberapa perjanjian damai terhadap Blok Sentral.
Perjanjian Versailles 1919 secara resmi mengakhiri perang ini. Ditandatangani di
Titik ke-14 Wilson, Perjanjian Versailles juga mencetuskan berdirinya
Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni 1919.
[234][235]
Dalam penandatanganan perjanjian, Jerman mengaku bertanggung jawab atas perang ini dan setuju membayar
perbaikan perang
dalam jumlah besar dan memberikan sejumlah teritori ke pihak pemenang.
"Tesis Rasa Bersalah" menjadi penjelasan kontroversial mengenai
peristiwa-peristiwa terakhir di kalangan analis Britania dan Amerika
Serikat Perjanjian Versailles menimblkan ketidakpuasan luar biasa di
Jerman, yang dieksploitasi gerakan nasionalis, terutama
Nazi, dengan
teori konspirasi yang mereka sebut
Dolchstosslegende (
legenda pengkhianatan).
Republik Weimar kehilangan
jajahan kolonialnya dan dibebani tuduhan bersalah atas perang, serta membayar
perbaikan akibat perang. Tidak mampu membayar dengan ekspor (akibat kehilangan teritori dan resesi pascaperang),
[236]
Jerman membayar dengan meminjam dari Amerika Serikat. Inflasi
berkelanjutan tahun 1920-an berkontribusi pada keruntuhan ekonomi
Republik Weimar, dan pembayaran perbaikan tertunda tahun 1931 setelah
Kejatuhan Pasar Saham 1929 dan permulaan
Depresi Besar di seluruh dunia.
Pengungsi Yunani dari
Smyrna, Turki, 1922
Austria-Hongaria terbagi menjadi beberapa negara pengganti, termasuk Austria, Hongaria,
Cekoslovakia, dan
Yugoslavia, meski tidak sepenuhnya berada dalam perbatasan etnis.
Transylvania dipindahkan dari Hongaria ke
Rumania Raya. Rinciannya tercantum dalam
Perjanjian Saint-Germain dan
Perjanjian Trianon. Sebagai hasil dari
Perjanjian Trianon, 3,3 juta warga Hongaria berada di bawah pemerintahan asing. Meski penduduk Hongaria membentuk 54% populasi
Kerajaan Hongaria
pra-perang, hanya 32% teritorinya yang disisakan untuk Hongaria. Antara
1920 dan 1924, 354.000 warga Hongaria keluar dari bekas teritori
Hongaria yang dikuasai Rumania,
Cekoslovakia, dan
Yugoslavia.
Kekaisaran Rusia, yang telah menarik diri dari Perang Dunia I pada tahun 1917 setelah
Revolusi Oktober, kehilangan sebagian besar wilayah baratnya dan negara-negara merdeka Estonia, Finlandia, Latvia, Lithuania, dan
Polandia berdiri di sana.
Bessarabia kembali bergabung dengan
Rumania Raya karena sudah menjadi teritori Rumania selama lebih dari seribu tahun.
[237]
Kesultanan Utsmaniyah pecah, dan sebagian besar teritori non-
Anatolianya
diberikan ke berbagai negara Sekutu dalam bentuk protektort. Turki
sendiri disusun ulang menjadi Republik Turki. Kesultanan Utsmaniyah
dipecah-pecah oleh
Perjanjian Sèvres tahun 1920. Perjanjian ini tidak pernah diratifikasi oleh Sultan dan ditolak oleh
gerakan republikan Turki, sehingga memunculkan
Perang Kemerdekaan Turki dan berakhir dengan
Perjanjian Lausanne tahun 1923.
Warisan
..."Strange, friend," I said, "Here is no cause to mourn."
"None," said the other, "Save the undone years"...
|
— Wilfred Owen, Strange Meeting, 1918[145] |
Upaya tentatif pertama untuk memahami makna dan konsekuensi
peperangan modern dimulai pada tahap-tahap awal perang, dan proses ini
terus berlanjut selama dan setelah akhir perang.
Tugu peringatan
Tugu peringatan dibangun di ribuan desa dan kota. Dekat dengan medan
tempur, mereka yang dimakamkan di lahan pemakaman buatan perlahan
dipindahkan ke pemakaman resmi yang dirawat oleh organisasi-organisasi
seperti
Commonwealth War Graves Commission,
American Battle Monuments Commission,
German War Graves Commission, dan
Le Souvenir français.
Banyak di antara pemakaman yang memiliki monumen pusat yang
dipersembahkan kepada korban hilang atau tidak dikenal, seperti tugu
Menin Gate dan
Thiepval Memorial to the Missing of the Somme.
Pada tanggal 3 Mei 1915, selama
Pertempuran Ypres Kedua, Letnan Alexis Helmer gugur. Di samping makamnya, temannya,
John McCrae, M.D., dari
Guelph, Ontario, Kanada, menulis sebuah puisi terkenal berjudul
In Flanders Fields sebagai penghormatan untuk semua orang yang tewas dalam Perang Besar. Diterbitkan di majalah
Punch tanggal 8 Desember 1915, puisi ini masih dibacakan sampai sekarang, terutama pada
Hari Gencatan Senjata dan
Hari Peringatan.
[238][239]
Liberty Memorial di
Kansas City, Missouri,
adalah sebuah tugu peringatan Amerika Serikat yang dipersembahkan
kepada semua warga negara A.S. yang berdinas di Perang Dunia I. Situs
Liberty Memorial diresmikan tanggal 1 November 1921. Pada hari itu, para
komandan tertinggi Sekutu berbicara di hadapan 100.000 orang. Itulah
satu-satunya masa dalam sejarah ketika para pemimpin tersebut berkumpul
di satu tempat. Tokoh-tokoh yang hadir meliputi Letnan Jenderal Baron
Jacques dari Belgia; Jenderal
Armando Diaz dari Italia; Marsekal
Ferdinand Foch dari Perancis; Jenderal Pershing dari Amerika Serikat; dan Laksamana
D. R. Beatty dari Britania Raya. Setelah tiga tahun pembangunan, Liberty Memorial rampung dan Presiden
Calvin Coolidge menyampaikan pidato khusus di hadapan 150.000 orang pada tahun 1926.
Liberty Memorial juga merupakan rumah bagi
The National World War I Museum, satu-satunya museum khusus Perang Dunia I di Amerika Serikat.
Ingatan budaya
Perang Dunia Pertama memberi pengaruh besar terhadap ingatan sosial.
Perang ini dipandang oleh banyak orang di Britania sebagai tanda akhir
zaman stabilitas yang sudah ada sejak
zaman Victoria, dan di seluruh Eropa banyak orang menganggapnya sebagai ambang batas.
[240] Sejarawan Samuel Hynes menjelaskan:
Generasi pemuda tak bersalah, kepala mereka
dipenuhi abstraksi tinggi seperti Kehormatan, Kejayaan dan Inggris,
pergi berperang untuk menjadikan dunia ini aman bagi demokrasi. Mereka
dibunuh dalam pertempuran bodoh yang dirancang oleh jenderal yang bodoh
pula. Mereka yang selamat terkejut, mengalami disilusi dan terpahitkan
oleh pengalaman perang mereka, dan melihat bahwa musuh asli mereka
bukanlah Jerman, tetapi orang-orang tua di kampung halaman yang telah
membohongi mereka. Mereka menolak nilai-nilai masyarakat yang
mengirimkan mereka ke perang, dan dalam melakukannya mereka memisahkan
generasinya sendiri dari masa lalu dan warisan budayanya.
[241]
Ini telah menjadi persepsi paling umum mengenai Perang Dunia Pertama,
dimunculkan oleh seni, sinema, puisi, dan cerita-cerita yang
diterbitkan sesudahnya. Film seperti
All Quiet on the Western Front,
Paths of Glory, dan
King & Country telah menciptakan pemikiran ini, sementara film masa perang seperti
Camrades,
Flanders Poppies, dan
Shoulder Arms menunjukkan bahwa pandangan perang paling kontemporer secara keseluruhan jauh lebih positif.
[242] Sama pula, karya seni
Paul Nash,
John Nash,
Christopher Nevison, dan
Henry Tonks
di Britania melukiskan pandangan negatif mengenai konflik bersamaan
dengan persepsi yang tumbuh, sementara seniman masa perang yang terkenal
seperti
Muirhead Bone melukiskan interpretasi yang lebih damai dan menenangkan yang kemudian ditolak karena tidak akurat.
[241]
Sejumlah sejarawan seperti John Terriane, Niall Ferguson, dan Gary
Sheffield telah menantang segala interpretasi ini sebagai pandangan
parsial dan polemik:
Keyakinan-keyakinan ini tidak dibagi sepenuhnya karena mereka hanya
memberikan interpretasi akurat mengenai peristiwa pada zaman perang.
Dengan segala hormat, perang justru lebih rumit daripada perkataan
mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, sejarawan telah berpendapat
persuasif terhadap hampir setiap klise populer mengenai Perang Dunia
Pertama. Sudah ditunjukkan bahwa, meski kerugiannya luar biasa, dampak
terbesar mereka terbatas secara sosial dan geografis. Keragaman emosi
selain horor yang dialami para tentara di dalam dan luar garis depan,
termasuk persaudaraan, kebosanan, dan bahkan kenikmatan, telah diakui.
Perang sekarang tidak dipandang sebagai "pertempuran omong kosong',
namun sebagai perang pemikiran, sebuah perjuangan antara militerisme
agresif dan kurang lebih demokrasi liberal.
Sudah diketahui bahwa jenderal-jenderal Britania adalah para pria yang
mampu menghadapi tantangan sulit, dan bahwa di bawah komando merekalah
Angkatan Darat Britania memainkan peran penting dalam kekalahan Jerman
tahun 1918: sebuah kemenangan besar yang terlupakan.[242]
Meski para sejarawan menganggap segala persepsi perang sebagai "mitos",
[241][243] itu hal yang biasa.
[butuh rujukan]
Persepsi tersebut secara dinamis berubah sesuai pengaruh kontemporer,
berefleksi pada persepsi perang tahun 1950-an sebagai 'tidak bertujuan'
setelah Perang Dunia Kedua yang kontras dan konflik besar pada masa-masa
konflik kelas tahun 1960-an.
[242] Sebagian besar tambahan terhadap kebalikannya sering ditolak.
[242]
Trauma sosial
Trauma sosial yang diakibatkan oleh jumlah korban tidak terduga
terbentuk dalam berbagai cara, yang selalu menjadi subjek perdebatan
sejarah selanjutnya.
[244] Sejumlah orang
[siapa?] terbakar oleh nasionalisme dan segala akibatnya, dan mulai mengupayakan terciptanya dunia
internasionalis, mendukung organisasi-organisasi seperti
Liga Bangsa-Bangsa.
Pasifisme
semakin populer. Pihak lain memberi reaksi bertentangan, merasa bahwa
hanya kekuatan dan militer yang mampu menangani dunia yang kacau dan
tidak manusiawi ini. Pandangan
anti-modernis merupakan hasil dari berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Pengalaman perang mengakibatkan
trauma kolektif yang dirasakan oleh sebagian besar negara terlibat.
Optimisme la belle époque hancur, dan mereka yang berperang disebut sebagai
Generasi Hilang.
[245] Selama bertahun-tahun pascaperang, orang-orang meratapi korban tewas, hilang, dan cacat.
[246] Banyak tentara pulang dengan trauma luar biasa, mengalami
guncangan pertempuran (juga disebut neurastenia, sebuah keadaan yang terkait dengan
gangguan tekanan pascatrauma).
[247]
Tentara lain pulang dengan sedikit dampak pascaperang; akan tetapi,
diamnya mereka mengenai perang berkontribusi pada status mitologi yang
terus berkembang mengenai konflik ini.
[244] Di Britania Raya, mobilisasi massal, jumlah korban tinggi, dan runtuhnya
zaman Edward
membuat masyarakat sangat puas. Meski banyak pihak terlibat tidak
berbagi pengalaman dalam pertempuran atau menghabiskan banyak waktu di
garis depan, atau memiliki ingatan positif mengenai jasa mereka,
gambaran penderitaan dan trauma menjadi persepsi yang terus-menerus
dikembangkan.
[244]
Sejarawan seperti Dan Todman, Paul Fussell, dan Samuel Heyns
menerbitkan banyak karya tulis sejak 1990-an yang berpendapat bahwa
persepsi perang yang umum faktanya salah.
[244]
Ketidakpuasan di Jerman
Munculnya
Nazisme dan fasisme meliputi kebangkitan spirit nasionalis dan penolakan berbagai perubahan pascaperang. Sama pula, popularitas
legenda pengkhianatan (Jerman:
Dolchstoßlegende) adalah wasiat terhadap
keadaan psikologis Jerman yang kalah dan penolakan tanggung jawab atas konflik ini.
Teori konspirasi pengkhianatan ini menjadi umum dan penduduk Jerman melihat diri mereka sebagai korban. Penerimaan rakyat Jerman terhadap
Dolchstoßlegende' memainkan peran penting dalam kemunculan Nazisme. Rasa disilusi dan
sinisisme dibesar-besarkan disertai pertumbuhan
nihilisme.
Banyak pihak percaya perang ini mengawali akhir dunia karena korban
yang tinggi dari kalangan pria, pembubaran pemerintahan dan kekaisaran,
dan jatuhnya kapitalisme dan
imperialisme.
Gerakan komunis dan sosialis di seluruh dunia mengumpulkan kekuatan
dari teroi ini dan menikmati popularitas baru. Perasaan-perasaan ini
lebih lantang diteriakkan di daerah-daerah yang langsung terkena dampak
perang. Dari ketidakpuasan Jerman terhadap
Perjanjian Versailles yang masih kontroversial,
Adolf Hitler berhasil memperoleh popularitas dan kekuasaan.
[248][249]
Perang Dunia II juga merupakan kelanjutan perebutan kekuasan yang tidak
pernah selesai sepenuhnya oleh Perang Dunia Pertama; faktanya, sudah
biasa bagi Jerman pada tahun 1930-an dan 1940-an untuk menjustifikasi
tindakan agresi internasional karena persepsi ketidakadilan yang
diberlakukan oleh para pemenang Perang Dunia Pertama.
[250][251][252] Sejarawan Amerika Serikat
William Rubinstein menulis bahwa:
"'Zaman Totalitarianisme' mencakup hampir semua contoh genosida terkenal dalam sejarah modern, dipimpin oleh Holocaust
Yahudi, tetapi juga terdiri dari pembunuhan dan pemusnahan massal di
dunia Komunis, pembunuhan massal lain oleh Jerman Nazi dan sekutunya,
serta genosida Armenia tahun 1915. Semua pembantaian ini memiliki asal
usul yang sama, kejatuhan struktur elit dan mode pemerintahan normal di
sebagian besar Eropa tengah, timur, dan selatan akibat Perang Dunia
Pertama, yang tanpanya tentu saja Komunisme atau Fasisme tidak akan
muncul kecuali dalam pikiran para penghasut dan orang sinting".[253]
Pendirian negara modern Israel dan akar dari
Konflik Israel-Palestina yang terus berlanjut dapat ditemukan pada dinamika kekuatan yang tidak stabil di Timur Tengah akibat Perang Dunia I.
[254] Sebelum perang berakhir,
Kesultanan Utsmaniyah berhasil mempertahankan pertahanan dan stabilitas di seluruh Timur Tengah.
[255] Dengan jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah, kekosongan kekuasaan terjadi dan klaim wilayah dan kebangsaan saling bermunculan.
[256]
Perbatasan politik yang ditetapkan oleh para pemenang Perang Dunia
Pertama segera diberlakukan, kadang baru setelah konsultasi dengan
penduduk setempat. Dalam beberapa kasus, hal ini menjadi masalah dalam
perjuangan
identitas nasional abad ke-21.
[257][258] Sementara bubarnya
Kesultanan Utsmaniyah pada akhir Perang Dunia I menentukan dalam kontribusi terhadap situasi politik modern di Timur Tengah, termasuk
konflik Arab-Israel,
[259][260][261] berakhirnya kekuasaan Utsmaniyah juga menciptakan sengketa yang belum diketahui terhadap perairan dan sumber daya alam lain.
[262]
Pengumuman gencatan senjata tanggal 11 November 1918. Philadelphia.
Pandangan di Amerika Serikat
Intervensi A.S. dalam perang ini, termasuk pemerintahan Wilson sendiri, semakin sangat tidak populer. Ini tampak dari penolakan
Senat A.S. terhadap
Perjanjian Versailles dan keanggotaan di
Liga Bangsa-Bangsa. Pada masa antarperang, sebuah konsensus disepakati bahwa intervensi A.S. adalah suatu kesalahan, dan Kongres mengesahkan
beberapa hukum
dalam upaya melindungi netralitas A.S. pada konflik-konflik
selanjutnya. Pemungutan suara tahun 1937 dan bulan-bulan pertama Perang
Dunia II menunjukkan bahwa hampir 60% responden menyatakan intervensi
pada PDI adalah kesalahan, dan hanya 28% yang menentang pandangan
tersebut. Tetapi pada periode antara
kejatuhan Perancis dan
serangan Pearl Harbor,
opini publik berubah total dan untuk pertama kalinya mayoritas
responden menolak pandangan bahwa Perang Dunia I adalah suatu kesalahan.
[263]
Identitas nasional baru
Polandia lahir kembali sebagai sebuah negara merdeka setelah lebih
dari satu abad. Sebagai "bangsa Entente kecil" dan negara dengan korban
terbanyak per kapita,
[264][265][266] Kerajaan Serbia dan dinastinya menjadi tulang belakang negara multinasional baru,
Kerajaan Serbia, Kroasia, dan Slovenia (kelak bernama
Yugoslavia).
Cekoslovakia, menggabungkan
Kerajaan Bohemia dengan sebagian
Kerajaan Hongaria, dan menjadi satu bangsa baru. Rusia menjadi
Uni Soviet dan kehilangan Finlandia, Estonia, Lituania, dan Latvia, yang menjadi negara-negara merdeka.
Kesultanan Utsmaniyah langsung digantikan oleh Turki dan beberapa negara lain di Timur Tengah.
Peta perubahan wilayah Eropa setelah Perang Dunia I
Di Imperium Britania, perang ini melepaskan bentuk baru nasionalisme. Di Australia dan Selandia Baru,
Pertempuran Gallipoli
semakin terkenal sebagai "Baptisme Perjuangan" negara-negara tersebut.
Inilah perang besar pertama yang melibatkan negara-negara yang baru
berdiri, serta untuk pertama kalinya tentara Australia berperang sebagai
penduduk Australia, bukan subjek dari
Kerajaan Britania Raya.
Hari Anzac memperingati
Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru dan merayakan momen-momen menentukan tersebut.
[267][268]
Setelah
Pertempuran Vimy Ridge,
tempat divisi Kanada berperang bersama untuk pertama kalinya sebagai
satu korps tunggal, warga Kanada mulai menyebut diri mereka sebagia
bangsa yang "ditempa dari api".
[269]
Berhasil di medan tempur yang sama tempat "negara induk" gagal
sebelumnya, Kanada untuk pertama kalinya dihormati secara internasional
atas keberhasilan mereka sendiri. Kanada memasuki perang dengan status
Dominion Imperium Britania dan tetap seperti itu, meski kelak bangkit dengan rasa kemerdekaan yang lebih besar.
[270][271]
Ketika Britania menyatakan perang pada tahun 1914, jajahan-jajahannya
otomatis juga ikut perang; pada akhirnya, Kanada, Australia, Selandia
Baru, dan Afrika Selatan menjadi penandatangan
Perjanjian Versailles yang terpisah dari Britania.
[272]
Dampak ekonomi
Jerman, 1923: uang kertas kehilangan nilai begitu besar sampai-sampai
dijadikan pelapis dinding. Jutaan warga kelas menengah Jerman menderita
akibat
hiperinflasi. Ketika perang dimulai tahun 1914, satu dolar bernilai 4,2 mark; pada November 1923, satu dolar bernilai 4,2
triliun[273] mark.
[274]
Salah satu dampak paling dramatis setelah perang adalah perluasan
kekuasaan pemerintah dan tanggung jawab di Britania, Perancis, Amerika
Serikat, dan Jajahan Imperium Britania. Untuk memanfaatkan semua
kekuatan masyarakat mereka, pemerintah membentuk kementerian dan
kekuasaan baru. Pajak baru ditetapkan dan hukum disahkan, semuanya
dirancang untuk menunjang
usaha perang;
banyak yang masih ada sampai sekarang. Perang ini juga membatasi
kemampuan sejumlah bekas pemerintahan yang besar dan terbirokratisasi,
seperti Austria-Hongaria dan Jerman; akan tetapi, analisis apapun
mengenai dampak jangka panjang tidak berlaku akibat kekalahan
negara-negara tersebut.
Produk domestik bruto (PDB) naik di tiga negara Sekutu (Britania,
Italia, dan A.S.), tetapi turun di Perancis dan Rusia, Belanda netral,
dan tiga negara Sentral utama. Penurunan PDB di Austria, Rusia,
Perancis, dan Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30 sampai 40%. Di Austria,
misalnya, banyak babi dipotong, sehingga tidak ada lagi daging pada
akhir perang.
Di semua negara, pangsa pemerintah di PDB meningkat, melampaui 50% di
Jerman dan Perancis dan nyaris mencapai level tersebut di Britania.
Untuk membayar pembelian di Amerika Serikat, Britania melakukan
investasi besar-besaran di industri rel kereta api Amerika Serikat dan
mulai meminjam uang dalam jumlah besar dari
Wall Street. Presiden Wilson berada di ambang pemotongan pinjaman pada akhir 1916, tetapi mengizinkan peningkatan besar pinjaman
pemerintah A.S.
kepada negara Sekutu. Setelah 1919, A.S. meminta pembayaran pinjaman
tersebut. Pembayaran ini sebagian didanai oleh dana perbaikan Jerman,
yang sebaliknya, dibantu oleh pinjaman Amerika Serikat ke Jerman. Sistem
melingkar ini kolaps tahun 1931 dan pinjaman-pinjaman tersebut tidak
pernah terbayarkan. Tahun 1934, Britania berutang senilai US$4,4
miliar[275] dalam bentuk utang Perang Dunia I.
[276]
"The Girl Behind the Gun" – Pekerja wanita, 1915
Dampak makro dan mikroekonomi terjadi setelah perang. Banyak keluarga
berubah setelah kaum pria pergi berperang. Setelah kematian atau
ketiadaan pencari nafkah utama, wanita terpaksa bekerja dalam jumlah
besar. Pada saat yang sama, industri ingin mengganti buruh-buruh yang
hilang karena ikut berperang. Hal ini membantu perjuangan untuk menuntut
pemberian
hak suara untuk wanita.
[277]
Perang Dunia I terus meningkatkan ketidakseimbangan jenis kelamin, sehingga memunculkan fenomena
wanita berlebih.
Kematian hampir satu juta pria selama perang memperlebar celah gender
sebanyak satu juta orang; dari 670.000 sampai 1.700.000 orang. Jumlah
wanita belum menikah yang mencari kemapanan ekonomi tumbuh pesar. Selain
itu, demobilisasi dan kemerosotan ekonomi setelah perang mengakibatkan
tingginya pengangguran. Perang meningkatkan jumlah pekerja wanita, akan
tetapi kembalinya pria yang terdemobilisasi menggantikan banyak wanita
dari pekerjaannya, disertai penutupan berbagai pabrik masa perang.
Karena itu wanita yang bekerja selama perang akhirnya terpaksa berjuang
mencari pekerjaan dan wanita yang mendekati usia kerja tidak mendapat
kesempatan.
Di Britania, penjatahan akhirnya diberlakukan pada awal 1918 untuk daging, gula, dan lemak (mentega dan
oleo),
namun bukan roti. Sistem baru ini berjalan lancar. Sejak 1914 sampai
1918, keanggotaan serikat dagang berlipat dari empat juta orang menjadi
delapan juta orang. Mogok kerja semakin sering terjadi pada tahun
1917–1918 karena serikat-serikat tersebut tidak puas terhadap harga,
pengendalian alkohol, sengketa gaji, kelelahan akibat kerja berlebihan
dan bekerja pada hari Minggu, dan rumah yang tidak layak.
Britania mencari bantuan ke koloni-koloninya dalam memperoleh
material perang penting yang persediannya semakin langka di
sumber-sumber tradisional. Para geolog seperti
Albert Ernest Kitson ditugaskan mencari sumber mineral berharga baru di koloni Afrika. Kitson menemukan deposit
mangan baru di
Gold Coast yang dipakai untuk pembuatan munisi.
[278]
Artikel 231 Perjanjian Versailles
(klausa "rasa bersalah perang") menyatakan Jerman dan sekutunya
bertanggung jawab atas semua "kehilangan dan kerusakan" yang diderita
Sekutu sepanjang perang dan memberi dasar untuk
perbaikan pascaperang.
Total perbaikan yang dituntut senilai 132 miliar mark emas, lebih dari
total emas atau valuta asing Jerman. Masalah ekonomi yang mencuat dari
pembayaran tersebut, dan kekesalan Jerman atas posisi mereka, biasanya
dianggap sebagai salah satu faktor penting yang mendorong berakhirnya
Republik Weimar dan awal dari kediktatoran
Adolf Hitler.
Setelha kekalahan Jerman pada Perang Dunia II, pembayaran perbaikan
tidak dilanjutkan. Jerman selesai membayar perbaikan pascaperang pada
bulan Oktober 2010.
[279]
Lihat pula
Media
Pengeboman Sekutu di lini Jerman
|
|
Tank Sekutu bergerak maju di Langres, 1918
|
"We're All Going Calling on the Kaiser" dipentaskan oleh Arthur Fields
dan Peerless Quartet. Karya James Alexander Brennan. Edison Records, Mei
1918.
|
|
"The Makin's of the U.S.A." (Von Tilzer; Peerless Quartet. Columbia Records, A2522 sisi B, dirilis Maret 1918)
|
Catatan kaki
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 273
- ^ "British Army statistics of the Great War". 1914-1918.net. Diakses tanggal 13 December 2011.
- ^ Jumlah untuk Imperium Britania
- ^ Jumlah untuk Perancis Metropolitan dan koloninya
- ^ Willmott 2003, hlm. 10–11
- ^ a b c d Willmott 2003, hlm. 15
- ^ Keegan 1988, hlm. 8
- ^ Bade & Brown 2003, hlm. 167–168
- ^ Willmott 2003, hlm. 307
- ^ a b c d Taylor 1998, hlm. 80–93
- ^ Djokić 2003, hlm. 24
- ^ Evans 2004, hlm. 12
- ^ Martel 2003, hlm. xii ff
- ^ Keegan 1988, hlm. 7
- ^ Keegan 1988, hlm. 11
- ^ See "great, adj., adv., and n." in Oxford English Dictionary (Second edition, 1989; online version March 2012)
- ^ Baldwin, Elbert Francis. The World War: How It Looks to the Nations Involved and What It Means to Us (New York: MacMillan Company, 1914). This book covers the war up to 20 November 1914.
- ^ Shapiro 2006, hlm. 329 citing a wire service report in The Indianapolis Star, 20 September 1914
- ^ a b Keegan 1998, hlm. 52
- ^ a b Willmott 2003, hlm. 21
- ^ Prior 1999, hlm. 18
- ^ Fromkin 2004, hlm. 94
- ^ a b Keegan 1998, hlm. 48–49
- ^ Willmott 2003, hlm. 2–23
- ^ Willmott 2003, hlm. 26
- ^ Willmott 2003, hlm. 27
- ^ Strachan 2003, hlm. 68
- ^ Willmott 2003, hlm. 29
- ^ "Daily Mirror Headlines: The Declaration of War, Published 4 August 1914". BBC. Diakses tanggal 9 February 2010.
- ^ Strachan 2003, hlm. 292–296, 343–354
- ^ Farwell 1989, hlm. 353
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 172
- ^ John R. Schindler, "Disaster on the Drina: The Austro-Hungarian Army in Serbia, 1914," War In History (April 2002) 9#2 pp 159–195 [1]
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 376–8
- ^ Keegan 1968, hlm. 224–232
- ^ Falls 1960, hlm. 79–80
- ^ Raudzens 1990, hlm. 424
- ^ Michael Duffy (22 August 2009). "Weapons of War: Poison Gas". Firstworldwar.com. Diakses tanggal 5 July 2012.
- ^ Raudzens 1990, hlm. 421–423
- ^ Goodspeed 1985, hlm. 199 (footnote)
- ^ Love 1996
- ^ Perry 1988, hlm. 27
- ^ Duffy
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 1221
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 854
- ^ Heer 2009, hlm. 223–4
- ^ Goodspeed 1985, hlm. 226
- ^ Ludendorff 1919, hlm. 480
- ^ a b c Terraine 1963
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.> (2007), "Vimy Ridge, Canadian National Memorial", Australians on the Western Front 1914–1918 (New South Wales Department of Veteran's Affairs and Board of Studies)
- ^ Winegard
- ^ Taylor 2007, hlm. 39–47
- ^ Keene 2006, hlm. 5
- ^ Halpern 1995, hlm. 293
- ^ Zieger 2001, hlm. 50
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 619–24
- ^ a b c d Sheffield, Garry, "The First Battle of the Atlantic", World Wars In Depth (BBC), diakses tanggal 11 November 2009
- ^ Gilbert 2004, hlm. 306
- ^ von der Porten 1969
- ^ Jones 2001, hlm. 80
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Nova Scotia House of Assembly Committee on Veterans' Affairs", Hansard, diakses tanggal 30 October 2007
- ^ Roger Chickering, Stig Förster, Bernd Greiner, German Historical Institute (Washington, D.C.) (2005). "A world at total war: global conflict and the politics of destruction, 1937–1945". Cambridge University Press. p.73. ISBN 0-521-83432-5
- ^ Price
- ^ "The Balkan Wars and World War I". Library of Congress Country Studies.
- ^ Neiberg 2005, hlm. 54–55
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 1075–6
- ^ Neiberg 2005, hlm. 108–10
- ^ Tucker, Wood & Murphy 1999, hlm. 120
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Robert A. Doughty (2005), Pyrrhic victory: French strategy and operations in the Great War, Harvard University Press, p. 491, ISBN 978-0-674-01880-8, diakses tanggal 3 October 2010
- ^ a b "The Balkan Front of the World War (in Russian)". militera.lib.ru. Diakses tanggal 27 September 2010.
- ^ The Treaty of Alliance Between Germany and Turkey 2 August 1914, Yale University
- ^ Fromkin 2001, hlm. 119
- ^ a b Hinterhoff 1984, hlm. 499–503
- ^ Sachar, hlm. 122–138
- ^ Gilbert 1994
- ^ Page
- ^ Giuseppe Praga, Franco Luxardo. History of Dalmatia. Giardini, 1993. Pp. 281.
- ^ a b Paul O'Brien. Mussolini in the First World War: the Journalist, the Soldier, the Fascist. Oxford, England, UK; New York, New York, USA: Berg, 2005. Pp. 17.
- ^ Hickey 2003, hlm. 60–65
- ^ Tucker 2005, hlm. 585–9
- ^ "The Battle of Marasti (July 1917)". WorldWar2.ro. 22 July 1917. Diakses tanggal 8 May 2011.
- ^ Cyril Falls, The Great War, p. 285
- ^ Béla, Köpeczi, Erdély története, Akadémiai Kiadó
- ^ Béla, Köpeczi, History of Transylvania, Akadémiai Kiadó, ISBN 84-8371-020-X
- ^ Erlikman, Vadim (2004), Poteri narodonaseleniia v XX veke : spravochnik, Moscow, ISBN 5-93165-107-1
- ^ Brown 1994, hlm. 197–198
- ^ Brown 1994, hlm. 201–203
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Participants from the Indian subcontinent in the First World War, Memorial Gates Trust, diakses tanggal 12 December 2008
- ^ Tucker 2005, hlm. 715
- ^ Meyer 2006, hlm. 152–4, 161, 163, 175, 182
- ^ a b Smele
- ^ Schindler 2003
- ^ Wheeler-Bennett 1956
- ^ Mawdsley 2008, hlm. 54–55
- ^ Kernek 1970, hlm. 721–766
- ^ Stracham (1998), p. 61
- ^ Lyons 1999, hlm. 243
- ^ Marshall, 292.
- ^ Heyman 1997, hlm. 146–147
- ^ Brands 1997, hlm. 756
- ^ Tuchman 1966
- ^ a b Karp 1979
- ^ "Woodrow Wilson Urges Congress to Declare War on Germany" (Wikisource)
- ^ "Selective Service System: History and Records". Sss.gov. Diakses tanggal 27 July 2010.
- ^ Wilgus, hlm. 52
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Teaching With Documents: Photographs of the 369th Infantry and African Americans during World War I, U.S. National Archives and Records Administration, diakses tanggal 29 October 2009
- ^ Millett & Murray 1988, hlm. 143
- ^ Kurlander 2006
- ^ Shanafelt 1985, hlm. 125–30
- ^ Westwell 2004
- ^ Posen 1984, hlm. 190&191
- ^ Gray 1991, hlm. 86
- ^ a b Moon 1996, hlm. 495–196
- ^ Rickard 2007
- ^ Hovannisian, Richard G. (1967), Armenia on the Road to Independence, 1918, Berkeley: University of California Press, ISBN 0-520-00574-0
- ^ See Hovannisian, Richard G. (1971), The Republic of Armenia: The First Year, 1918–1919, Berkeley: University of California Press, pp. 1–39, ISBN 0-520-01805-2
- ^ a b <Please add first missing authors to populate metadata.>, The Battle of Amiens: 8 August 1918, Australian War Memorial, diakses tanggal 12 December 2008
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Amiens Map, Australian War Memorial, diarsipkan dari versi asli tanggal 17 June 2007, diakses tanggal 24 October 2009 (archived 17 June 2007)
- ^ Rickard 2001
- ^ a b c d Pitt 2003
- ^ Maurice 1918
- ^ a b c d Gray & Argyle 1990
- ^ Nicholson 1962
- ^ Ludendorff 1919
- ^ Jenkins 2009, hlm. 215
- ^ McLellan, hlm. 49
- ^ Gibbs 1918b
- ^ Gibbs 1918a
- ^ Stevenson 2004, hlm. 380
- ^ Hull 2006, hlm. 307–10
- ^ Stevenson 2004, hlm. 383
- ^ Stevenson 2004
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Clairière de l'Armistice (dalam French), Ville de Compiègne, diakses tanggal 3 December 2008
- ^ a b "1918 Timeline". League of Nations Photo Archive. Diakses tanggal 20 November 2009.
- ^ Lindsay, Robert, "The Last Hours", 28th (Northwest) Battalion Headquarters, diakses tanggal 20 November 2009
- ^ Gunther, Henry (29, 2008), [[BBC News|BBC Magazine]], diakses tanggal 6 December 2012
- ^ Tomas (15 February 2010), 11 Facts about the End of the Great War, diakses tanggal 6 December 2012
- ^ Baker 2006
- ^ Chickering 2004, hlm. 185–188
- ^ Hartcup 1988, hlm. 154
- ^ Hartcup 1988, hlm. 82–86
- ^ Mosier 2001, hlm. 42–48
- ^ Harcup 1988
- ^ Raudzens, hlm. 421
- ^ a b Wilfred Owen: poems, (Faber and Faber, 2004)
- ^ Raudzens
- ^ Heller 1984
- ^ Postwar pulp novels on future "gas wars" included Reginald Glossop's 1932 novel Ghastly Dew and Neil Bell's 1931 novel The Gas War of 1940.
- ^ Eric Lawson, Jane Lawson (2002). "The First Air Campaign: August 1914– November 1918". Da Capo Press. p.123. ISBN 0-306-81213-4
- ^ a b Cross 1991
- ^ Cross 1991, hlm. 56–57
- ^ Winter 1983
- ^ a b Johnson 2001
- ^ Price 1980
- ^ a b International Association of Genocide Scholars (13 June 2005). "Open Letter to the Prime Minister of Turkey Recep Tayyip Erdoğan". Genocide Watch (via archive.org). Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 October 2007.
- ^ Lewy 2005, hlm. 57
- ^ Ferguson 2006, hlm. 177
- ^ Balakian 2003, hlm. 195–196
- ^ Israel Charny, Gregory Stanton (7 March 2007), (PDF), International Association of Genocide Scholars http://www.genocidescholars.org/sites/default/files/document%09%5Bcurrent-page%3A1%5D/documents/US%20Congress_%20Armenian%20Resolution.pdf
- ^ Fromkin 1989, hlm. 212–215
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Resolution on genocides committed by the Ottoman empire (PDF), International Association of Genocide Scholars[pranala nonaktif]
- ^ Gaunt, David. Massacres, Resistance, Protectors: Muslim-Christian Relations in Eastern Anatolia during World War I. Piscataway, New Jersey: Gorgias Press, 2006.
- ^ Schaller,
Dominik J; Zimmerer, Jürgen (2008), "Late Ottoman genocides: the
dissolution of the Ottoman Empire and Young Turkish population and
extermination policies – introduction", Journal of Genocide Research 10 (1): 7–14, doi:10.1080/14623520801950820.
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.> (1918), "Twenty-Five", Ambassador Morgenthau's Story, BYU
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Pogroms", Encyclopaedia Judaica (Jewish Virtual Library), diakses tanggal 17 November 2009
- ^ John Horne and Alan Kramer, German Atrocities, 1914: A History of Denial (Yale U.P. 2001) ch 1–2, esp. p. 76
- ^ Horne and Kramer, German Atrocities, 1914: A History of Denial ch 3–4 show there were no "franc-tireurs" in Belgium.
- ^ Horne and Kramer, German Atrocities, 1914: A History of Denial ch 5–8
- ^ Keegan 1998, hlm. 82–83
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Forgotten Voices of the Great War, Imperial War Museum, diakses tanggal 30 March 2008
- ^ Phillimore & Bellot 1919, hlm. 4–64
- ^ Ferguson 1999, hlm. 368–9
- ^ Blair 2005
- ^ Cook 2006, hlm. 637&-665
- ^ Speed 1990
- ^ Ferguson 1999
- ^ Morton 1992
- ^ Bass 2002, hlm. 107
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, The Mesopotamia campaign, British National Archives, diakses tanggal 10 March 2007
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Prisoners of Turkey: Men of Kut Driven along like beasts", Stolen Years: Australian Prisoners of War (Australian War Memorial), diakses tanggal 10 December 2008
- ^ "ICRC in WWI: overview of activities". Icrc.org. Diakses tanggal 15 June 2010.
- ^ "GERMANY: Notes, Sep. 1, 1924". Time. 1 September 1924. Diakses tanggal 15 June 2010.
- ^ Fortescue 28 October 1915, hlm. 1
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Granville Roland Fortescue, Arlington National Cemetery, diakses tanggal 17 November 2009
- ^ Sisemore 2003
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 1189
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 117
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 335
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 219
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 1001
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 1069
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 884
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 209
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 596
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 826
- ^ Dennis Mack Smith. 1997. Modern Italy; A Political History. Ann Arbor: The University of Michigan Press. Pp. 284.
- ^ Roger Aubert; Margit Resch (tr.), John Dolan (1981), "Chapter 37: The Outbreak of World War I", History of the Church 9, London: Burns & Oates, p. 521, ISBN 0-86012-091-0
- ^ "Who's Who — Pope Benedict XV". firstworldwar.com. 22 August 2009.
- ^ "Merely For the Record": The Memoirs of Donald Christopher Smith 1894–1980. By Donald Christopher Smith. Edited by John William Cox, Jr. Bermuda.
- ^ Pennell, Catriona (2012), A Kingdom United: Popular Responses to the Outbreak of the First World War in Britain and Ireland, Oxford: Oxford University Press, ISBN 978-0199590582
- ^ a b Tucker & Roberts 2005, hlm. 584
- ^ O'Halpin, Eunan, The decline of the union: British government in Ireland, 1892–1920, (Dublin, 1987)
- ^ Lehmann 1999, hlm. 62
- ^ Brock, Peter, These
Strange Criminals: An Anthology of Prison Memoirs by Conscientious
Objectors to Military Service from the Great War to the Cold War, p. 14, Toronto: University of Toronto Press, 2004, ISBN 0-8020-8707-8
- ^ Uzbeks. Based on the Country Studies Series by Federal Research Division of the Library of Congress.
- ^ a b Seton-Watson, Christopher. 1967. Italy from Liberalism to Fascism: 1870 to 1925. London: Methuen & Co. Ltd. Pp. 471
- ^ "The Conscription Crisis". CBC.ca.
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "World War I", Encyclopædia Britannica Online, Encyclopædia Britannica, diakses tanggal 5 December 2009.
- ^ "Charles (I) (emperor of Austria)". "Encyclopædia Britannica."
- ^ Cockfield 1997, hlm. 171–237
- ^ Havighurst 1985, hlm. 131
- ^ "France's oldest WWI veteran dies", BBC News, 20 January 2008.
- ^ Spencer Tucker (2005), Encyclopedia of World War I, ABC-CLIO, p. 273. ISBN 1-85109-420-2
- ^ Kitchen 2000, hlm. 22
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Lebensmittelversorgung", LeMO: Lebendiges virtuelles Museum Online (dalam German) (German Historical Museum), ISBN 3-515-04805-7, diakses tanggal 12 November 2009,
Die
miserable Versorgung mit Lebensmitteln erreichte 1916/17 im
"Kohlrübenwinter" einen dramatischen Höhepunkt. Während des Ersten
Weltkriegs starben in Deutschland rund 750.000 Menschen an
Unterernährung und an deren Folgen.
- ^ Saadi
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Food as a Weapon", Hoover Digest (Hoover Institution)
- ^ Ball 1996, hlm. 16, 211
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.> (January 1995), The Russians are coming (Russian influence in Harbin, Manchuria, China; economic relations), The Economist (US), diakses tanggal 17 November 2009[pranala nonaktif]
- ^ a b Souter 2000, hlm. 354
- ^ Tucker, Spencer (2005). Encyclopedia of World War I. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO. p. 273. ISBN 1-85109-420-2. Diakses tanggal 7 May 2010.
- ^ Tschanz
- ^ Conlon
- ^ William Hay Taliaferro, Medicine and the War,(1972), p.65. ISBN 0-8369-2629-3
- ^ Knobler 2005
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Influenza Report, diakses tanggal 17 November 2009
- ^ "Balfour Declaration" (United Kingdom 1917), Encyclopædia Britannica.
- ^ "The Jewish Agency for Israel Timeline"
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Pogroms", Encyclopaedia Judaica, diakses tanggal 17 November 2009
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "Jewish Modern and Contemporary Periods (ca. 1700–1917)", Jewish Virtual Library, diakses tanggal 17 November 2009
- ^ "The Diaspora Welcomes the Pope", Der Spiegel Online. 28 November 2006.
- ^ R. J. Rummel, "The Holocaust in Comparative and Historical Perspective," 1998, Idea Journal of Social Issues, Vol.3 no.2
- ^ Chris Hedges, "A Few Words in Greek Tell of a Homeland Lost", The New York Times, 17 September 2000
- ^ Magliveras 1999, hlm. 8–12
- ^ Northedge 1986, hlm. 35–36
- ^ Keynes 1920
- ^ Clark 1927
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, John McCrae, Historica
- ^ Evans David, "John McCrae", Canadian Encyclopedia
- ^ Mark David Sheftall, Altered Memories of the Great War: Divergent Narratives of Britain, Australia, New Zealand, and Canada (2010)
- ^ a b c Hynes, Samuel Lynn (1991), A war imagined: the First World War and English culture, Atheneum, pp. i–xii, ISBN 978-0-689-12128-9
- ^ a b c d Todman, Daniel (2005), The Great War: myth and memory, Hambledon and London, pp. 153–221, ISBN 978-1-85285-459-1
- ^ Fussell, Paul (2000), The Great War and modern memory, Oxford University Press, pp. 1–78, ISBN 978-0-19-513332-5, diakses tanggal 18 May 2010
- ^ a b c d Todman, D. The Great War, Myth and Memory, p. xi–xv.
- ^ Roden
- ^ Wohl 1979
- ^ Tucker & Roberts 2005, hlm. 108–1086
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, The Ending of World War One, and the Legacy of Peace, BBC
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, The Rise of Hitler, diakses tanggal 12 November 2009
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, "World War II", Britannica Online Encyclopedia (Encyclopædia Britannica Inc.), diarsipkan dari versi asli tanggal 4 July 2008, diakses tanggal 12 November 2009
- ^ Baker, Kevin (June 2006), "Stabbed in the Back! The past and future of a right-wing myth", Harper's Magazine
- ^ Chickering 2004
- ^ Rubinstein, W. D. (2004). Genocide: a history. Pearson Education. p.7. ISBN 0-582-50601-8
- ^ Economist 2005
- ^ Hooker 1996
- ^ Muller 2008
- ^ Kaplan 1993
- ^ Salibi 1993
- ^ Evans 2005
- ^ Israeli Foreign Ministry
- ^ Gelvin 2005
- ^ Isaac & Hosh 1992
- ^ "1941 Gallup poll". Google. Diakses tanggal 15 June 2010.
- ^ "Appeals to Americans to Pray for Serbians". The New York Times. 27 July 1918.
- ^ "Serbia Restored". The New York Times. 5 November 1918.
- ^ Simpson, Matt (22 August 2009). "The Minor Powers During World War One – Serbia". firstworldwar.com.
- ^ "'ANZAC Day' in London; King, Queen, and General Birdwood at Services in Abbey". The New York Times. 26 April 1916.
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, The ANZAC Day tradition, Australian War Memorial, diakses tanggal 2 May 2008
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, Vimy Ridge, Canadian War Museum, diakses tanggal 22 October 2008
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.>, The War's Impact on Canada, Canadian War Museum, diakses tanggal 22 October 2008
- ^ <Please add first missing authors to populate metadata.> (9 May 2008), Canada's last WW1 vet gets his citizenship back, CBC News, diarsipkan dari versi asli tanggal 11 May 2008
- ^ Documenting Democracy. Retrieved 31 March 2012
- ^ 1012 dalam hal ini – lihat Skala panjang dan pendek
- ^ "Germany in the Era of Hyperinflation". Spiegel Online. 14 August 2009.
- ^ 109 dalam hal ini – lihat Skala panjang dan pendek
- ^ "What's a little debt between friends?". BBC News. 10 May 2006.
- ^ Noakes, Lucy (2006), Women in the British Army: war and the gentle sex, 1907–1948, Abingdon, England: Routledge, p. 48, ISBN 0-415-39056-7
- ^ Green 1938, hlm. CXXVI
- ^ "Germany finishes paying WWI reparations, ending century of 'guilt'". Christian Science Monitor. 4 October 2010.
Referensi
- For a comprehensive bibliography see List of books about World War I
- <Please add first missing authors to populate metadata.> (1938), American Armies and Battlefields in Europe: A History, Guide, and Reference Book, U.S. Government Printing Office, OCLC 59803706
- <Please add first missing authors to populate metadata.> (1993), Army Art of World War I, United States Army Center of Military History: Smithsonian Institution, National Museum of American History, OCLC 28608539
- Asghar, Syed Birjees (12 June 2005), A Famous Uprising, Dawn Group, diarsipkan dari versi asli tanggal 3 August 2007, diakses tanggal 2 November 2007
- Ashworth, Tony (2000) [1980], Trench warfare, 1914–18 : the live and let live system, London: Pan, ISBN 0-330-48068-5, OCLC 247360122
- Bade, Klaus J; Brown, Allison (tr.) (2003), Migration in European History, The making of Europe, Oxford: Blackwell, ISBN 0-631-18939-4, OCLC 52695573 (translated from the German)
- Baker, Kevin (June 2006), "Stabbed in the Back! The past and future of a right-wing myth", Harper's Magazine
- Balakian, Peter (2003), The Burning Tigris: The Armenian Genocide and America's Response, New York: HarperCollins, ISBN 978-0-06-019840-4, OCLC 56822108
- Ball, Alan M (1996), And Now My Soul Is Hardened: Abandoned Children in Soviet Russia, 1918–1930, Berkeley: University of California Press, ISBN 978-0-520-20694-6, reviewed in Hegarty, Thomas J (March–June 1998), "And Now My Soul Is Hardened: Abandoned Children in Soviet Russia, 1918–1930", Canadian Slavonic Papers [pranala nonaktif]
- Bass, Gary Jonathan (2002), Stay the Hand of Vengeance: The Politics of War Crimes Tribunals, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, pp. 424pp, ISBN 0-691-09278-8, OCLC 248021790
- Blair, Dale (2005), No Quarter: Unlawful Killing and Surrender in the Australian War Experience, 1915–1918, Charnwood, Australia: Ginninderra Press, ISBN 1-74027-291-9, OCLC 62514621
- Brands, Henry William (1997), T. R.: The Last Romantic, New York: Basic Books, ISBN 0-465-06958-4, OCLC 36954615
- Brown, Judith M. (1994), Modern India: The Origins of an Asian Democracy, Oxford and New York: Oxford University Press. Pp. xiii, 474, ISBN 0-19-873113-2.
- Chickering, Rodger (2004), Imperial Germany and the Great War, 1914–1918, Cambridge: Cambridge University Press, ISBN 0-521-83908-4, OCLC 55523473
- Clark, Charles Upson (1927), Bessarabia, Russia and Roumania on the Black Sea, New York: Dodd, Mead, OCLC 150789848
- Cockfield, Jamie H (1997), With snow on their boots : The tragic odyssey of the Russian Expeditionary Force in France during World War 1, Palgrave Macmillan, ISBN 0-312-22082-0
- Conlon, Joseph M, The historical impact of epidemic typhus (PDF), Montana State University, diakses tanggal 21 April 2009
- Cook, Tim (2006), "The politics of surrender: Canadian soldiers and the killing of prisoners in the First World War", The Journal of Military History 70 (3): 637–665, doi:10.1353/jmh.2006.0158
- Cross, Wilbur L (1991), Zeppelins of World War I, New York: Paragon Press, ISBN 978-1-55778-382-0, OCLC 22860189
- Djokić, Dejan (2003), Yugoslavism : histories of a failed idea, 1918–1992, London: Hurst, OCLC 51093251
- Dignan, Don K (February 1971), "The Hindu Conspiracy in Anglo-American Relations during World War I", The Pacific Historical Review (University of California Press) 40 (1): 57–76, ISSN 0030-8684, JSTOR 3637829
- Doughty, Robert A. (2005), Pyrrhic victory: French strategy and operations in the Great War, Harvard University Press, ISBN 978-0-674-01880-8
- Duffy, Michael, Somme, First World War.com, ISBN 0-297-84689-2, diakses tanggal 25 February 2007
- Evans, David (2004), The First World War, Teach yourself, London: Hodder Arnold, ISBN 0-340-88489-4, OCLC 224332259
- Evans, Leslie (27 May 2005), Future of Iraq, Israel-Palestine Conflict, and Central Asia Weighed at International Conference, UCLA International Institute, diakses tanggal 30 December 2008
- Falls, Cyril Bentham (1960), The First World War, London: Longmans, ISBN 1-84342-272-7, OCLC 460327352
- Farwell, Byron (1989), The Great War in Africa, 1914–1918, W.W. Norton, ISBN 978-0-393-30564-7
- Ferguson, Niall (1999), The Pity of War, New York: Basic Books, pp. 563pp, ISBN 0-465-05711-X, OCLC 41124439
- Ferguson, Niall (2006), The War of the World: Twentieth-Century Conflict and the Descent of the West, New York: Penguin Press, ISBN 1-59420-100-5
- Findley, Carter Vaughn; Rothney, J.A. (2006), Twentieth Century World (6th ed.), Boston: Houghton Mifflin
- Fortescue, Granville Roland (28 October 1915), "London
in Gloom over Gallipoli; Captain Fortescue in Book and Ashmead-Bartlett
in Lecture Declare Campaign Lost. Say Allies Can't Advance; Attack on
Allied Diplomacy in Correspondent's Doleful Talk Passed by Censor", New York Times
- Fraser, Thomas G (April 1977), "Germany and Indian Revolution, 1914–18", Journal of Contemporary History (Sage Publications) 12 (2): 255–272, doi:10.1177/002200947701200203, ISSN 0022-0094
- Fromkin, David (2001), A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East, New York: Owl Books, p. 119, ISBN 0-8050-6884-8, OCLC 53814831
- Fromkin, David (2004), Europe's Last Summer: Who Started the Great War in 1914?, New York: Alfred A. Knopf, ISBN 0-375-41156-9, OCLC 53937943
- Gelvin, James L (2005), The Israel-Palestine Conflict: One Hundred Years of War, Cambridge: Cambridge University Press, ISBN 0-521-85289-7, OCLC 59879560
- Gibbs, Phillip (26 October 1918 published 30 October 1918), "Fall of Ghent Near, German Flank in Peril", New York Times
- Gibbs, Phillip (15 November 1918), "Ghent Burghers Hail Liberators" (PDF), New York Times
- Gray, Randal; Argyle, Christopher (1990), Chronicle of the First World War, New York: Facts on File, ISBN 978-0-8160-2595-4, OCLC 19398100
- Gilbert, Martin (2004), The First World War: A Complete History, Clearwater, Florida: Owl Books, p. 306, ISBN 0-8050-7617-4, OCLC 34792651
- Goodspeed, Donald James (1985), The German Wars 1914–1945, New York: Random House; Bonanza, ISBN 978-0-517-46790-9
- Gray, Randal (1991), Kaiserschlacht 1918: the final German offensive, Osprey, ISBN 978-1-85532-157-1
- Green, John Frederick Norman (1938), "Obituary: Albert Ernest Kitson", Geological Society Quarterly Journal (Geological Society) 94
- Haber, Lutz Fritz (1986), The Poisonous Cloud: Chemical Warfare in the First World War, Oxford: Clarendon, ISBN 0-19-858142-4, OCLC 12051072
- Halpern, Paul G (1995), A Naval History of World War I, New York: Routledge, ISBN 1-85728-498-4, OCLC 60281302
- Harrach, Franz, "Archduke Franz Ferdinand's Assassination, 28 June 1914: Memoir of Count Franz von Harrach", Primary Documents (First World War.com)
- Hartcup, Guy (1988), The War of Invention; Scientific Developments, 1914–18, Brassey's Defence Publishers, ISBN 0-08-033591-8
- Havighurst, Alfred F (1985), Britain in transition: the twentieth century (4 ed.), University of Chicago Press, ISBN 978-0-226-31971-1
- Heer, Germany (2009), German and Austrian Tactical Studies, ISBN 978-1-110-76516-4
- Heller, Charles E (1984), Chemical warfare in World War I : the American experience, 1917–1918, Fort Leavenworth, Kansas: Combat Studies Institute, OCLC 123244486
- Herbert, Edwin (2003), Small Wars and Skirmishes 1902–1918: Early Twentieth-century Colonial Campaigns in Africa, Asia and the Americas, Nottingham: Foundry Books Publications, ISBN 1-901543-05-6
- Heyman, Neil M (1997), World War I, Guides to historic events of the twentieth century, Westport, Connecticut: Greenwood Press, ISBN 0-313-29880-7, OCLC 36292837
- Hickey, Michael (2003), The Mediterranean Front 1914–1923, The First World War 4, New York: Routledge, pp. 60–65, ISBN 0-415-96844-5, OCLC 52375688
- Hinterhoff, Eugene (1984), Young, Peter, ed., "The Campaign in Armenia", Marshall Cavendish Illustrated Encyclopedia of World War I (New York: Marshall Cavendish) ii, ISBN 0-86307-181-3
- Hooker, Richard (1996), The Ottomans, Washington State University, diakses tanggal 30 December 2008[pranala nonaktif]
- Hoover, Herbert; Wilson, Woodrow (1958), Ordeal of Woodrow Wilson, New York: McGraw-Hill, ISBN 0-943875-41-2, OCLC 254607345
- Hughes, Thomas L (October 2002), "The German Mission to Afghanistan, 1915–1916", German Studies Review (German Studies Association) 25 (3): 447–476, doi:10.2307/1432596, ISSN 0149-7952, JSTOR 1432596
- Hull, Isabel Virginia (2006), Absolute destruction: military culture and the practices of war in Imperial Germany, Cornell University Press, ISBN 978-0-8014-7293-0
- Isaac, Jad; Hosh, Leonardo (7–9 May 1992), Roots of the Water Conflict in the Middle East, University of Waterloo, diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2006
- Jenkins, Burris A (2009), Facing the Hindenburg Line, BiblioBazaar, ISBN 978-1-110-81238-7
- Johnson, Douglas Wilson (1921), Battlefields of the World War, Western and Southern Fronts, New York: Oxford University Press, ISBN 1-4326-3739-8, OCLC 688071
- Johnson, James Edgar (2001), Full Circle: The Story of Air Fighting, London: Cassell, ISBN 0-304-35860-6, OCLC 45991828
- Jones, Howard (2001), Crucible of Power: A History of U.S. Foreign Relations Since 1897, Wilmington, Delaware: Scholarly Resources Books, ISBN 0-8420-2918-4, OCLC 46640675
- Kaplan, Robert D (February 1993), "Syria: Identity Crisis", The Atlantic, diakses tanggal 30 December 2008
- Karp, Walter (1979), The Politics of War (1st ed.), ISBN 0-06-012265-X, OCLC 4593327, Wilson's maneuvering U.S. into war
- Keegan, John (1998), The First World War, Hutchinson, ISBN 0-09-180178-8, general military history
- Keene, Jennifer D (2006), World War I, Westport, Connecticut: Greenwood Press, p. 5, ISBN 0-313-33181-2, OCLC 70883191
- Kennedy, David M (2004), Over here: the First World War and American society, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-517399-4
- Kernek, Sterling (December 1970), "The British Government's Reactions to President Wilson's 'Peace' Note of December 1916", The Historical Journal 13 (4): 721–766, doi:10.1017/S0018246X00009481, JSTOR 2637713
- Keynes, John Maynard (1920), The Economic Consequences of the Peace, New York: Harcourt, Brace and Howe, ISBN 0-521-22095-5, OCLC 213487540
- Kitchen, Martin (2000) [1980], Europe Between the Wars, New York: Longman, ISBN 0-582-41869-0, OCLC 247285240
- Knobler, Stacey L, ed. (2005), The Threat of Pandemic Influenza: Are We Ready? Workshop Summary, Washington DC: National Academies Press, ISBN 0-309-09504-2, OCLC 57422232
- Kurlander, Eric (2006), Steffen Bruendel. Volksgemeinschaft oder Volksstaat: Die "Ideen von 1914" und die Neuordnung Deutschlands im Ersten Weltkrieg (Book review), H-net, diakses tanggal 17 November 2009
- <Please add first missing authors to populate metadata.> (1999), Lehmann, Hartmut; van der Veer, Peter, ed., Nation and religion: perspectives on Europe and Asia, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, ISBN 0-691-01232-6, OCLC 39727826
- Lewy, Guenter (2005), The Armenian Massacres in Ottoman Turkey: A Disputed Genocide, Salt Lake City, Utah: University of Utah Press, ISBN 0-87480-849-9, OCLC 61262401
- Love, Dave (May 1996), "The Second Battle of Ypres, April 1915", Sabretasche 26 (4)
- Lyons, Michael J (1999), World War I: A Short History (2nd ed.), Prentice Hall, ISBN 0-13-020551-6
- Ludendorff, Erich (1919), My War Memories, 1914–1918, OCLC 60104290
also published by Harper as "Ludendorff's Own Story, August 1914 –
November 1918: The Great War from the Siege of Liege to the Signing of
the Armistice as Viewed from the Grand Headquarters of the German Army" OCLC 561160 (original title Meine Kriegserinnerungen, 1914–1918)
- Magliveras, Konstantinos D (1999), Exclusion
from Participation in International Organisations: The Law and Practice
behind Member States' Expulsion and Suspension of Membership, Martinus Nijhoff Publishers, ISBN 90-411-1239-1
- Maurice, Frederick Barton (18 August 1918), "Foe's
reserves now only 16 divisions; Allies' Counteroffensive has reduced
them from 60, Gen. Maurice says Ludendorff in dilemma; he must choose
between giving up offensive projects and shortening his line", New York Times
- Martel, Gordon (2003), The Origins of the First World War, Pearson Longman, Harlow
- Mawdsley, Evan (2008), The Russian Civil War (Edinburgh ed.), Birlinn location, ISBN 1-84341-041-9
- McDermott, T. P., USA's Boy Scouts and World War I Liberty Loan Bonds (PDF)
- McLellan, Edwin N, The United States Marine Corps in the World War
- Meyer, Gerald J (2006), A World Undone: The Story of the Great War 1914 to 1918, Random House, ISBN 978-0-553-80354-9
- Millett, Allan Reed; Murray, Williamson (1988), Military Effectiveness, Boston: Allen Unwin, ISBN 0-04-445053-2, OCLC 220072268
- Moon, John Ellis van
Courtland (July 1996), "United States Chemical Warfare Policy in World
War II: A Captive of Coalition Policy?", The Journal of Military History (Society for Military History) 60 (3): 495–511, doi:10.2307/2944522, JSTOR 2944522
- Morton, Desmond; Granatstein, Jack L (1989), Marching to Armageddon: Canadians and the Great War 1914–1919, ISBN 0-88619-209-9, OCLC 21449019
- Morton, Desmond (1992), Silent Battle: Canadian Prisoners of War in Germany, 1914–1919, Toronto: Lester Publishing, ISBN 1-895555-17-5, OCLC 29565680
- Mosier, John (2001), "Germany and the Development of Combined Arms Tactics", Myth of the Great War: How the Germans Won the Battles and How the Americans Saved the Allies, New York: Harper Collins, ISBN 0-06-019676-9
- Muller, Jerry Z (March/April 2008), "Us and Them – The Enduring Power of Ethnic Nationalism", Foreign Affairs (Council on Foreign Relations), diakses tanggal 30 December 2008
- Neiberg, Michael S (2005), Fighting the Great War: A Global History, Cambridge, Mass: Harvard University Press, ISBN 0-674-01696-3, OCLC 56592292
- Nicholson, Gerald WL (1962), Canadian Expeditionary Force, 1914–1919: Official History of the Canadian Army in the First World War (1st ed.), Ottawa: Queens Printer and Controller of Stationary, OCLC 2317262
- Northedge, FS (1986), The League of Nations: Its Life and Times, 1920–1946, New York: Holmes & Meier, ISBN 0-7185-1316-9
- Page, Thomas Nelson, Italy and the World War, Brigham Young University, Chapter XI cites "Cf. articles signed XXX in La Revue de Deux Mondes, 1 and 15 March 1920"
- Perry, Frederick W (1988), The Commonwealth armies: manpower and organisation in two world wars, Manchester University Press, ISBN 978-0-7190-2595-2
- Phillimore, George Grenville; Bellot, Hugh HL (1919), "Treatment of Prisoners of War", Transactions of the Grotius Society 5: 47–64, OCLC 43267276
- Pitt, Barrie (2003), 1918: The Last Act, Barnsley: Pen and Sword, ISBN 0-85052-974-3, OCLC 56468232
- Price, Alfred (1980), Aircraft versus Submarine: the Evolution of the Anti-submarine Aircraft, 1912 to 1980, London: Jane's Publishing, ISBN 0-7106-0008-9, OCLC 10324173 Deals with technical developments, including the first dipping hydrophones
- Prior, Robin (1999), The First World War, London: Cassell, ISBN 0-304-35256-X
- Raudzens, George (October 1990), "War-Winning Weapons: The Measurement of Technological Determinism in Military History", The Journal of Military History (Society for Military History) 54 (4): 403–434, doi:10.2307/1986064, JSTOR 1986064
- Repington, Charles à Court (1920), The First World War, 1914–1918 2, London: Constable, ISBN 1-113-19764-1
- Rickard, J (5 March 2001), "Erich von Ludendorff, 1865–1937, German General", Military History Encyclopedia on the Web (HistoryOfWar.org), diakses tanggal 6 February 2008
- Rickard, J (27 August 2007), The Ludendorff Offensives, 21 March-18 July 1918
- Roden, Mike, "The Lost Generation – myth and reality", Aftermath – when the boys came home, diakses tanggal 6 November 2009
- Ross, Stewart Halsey (1996), Propaganda for War: How the United States was Conditioned to Fight the Great War of 1914–1918, Jefferson, North Carolina: McFarland, ISBN 0-7864-0111-7, OCLC 185807544
- Saadi, Abdul-Ilah, Dreaming of Greater Syria, Al Jazeera, diakses tanggal 17 November 2009
- Sachar, Howard Morley (1970), The emergence of the Middle East, 1914–1924, Allen Lane, ISBN 0-7139-0158-6, OCLC 153103197
- Safire, William (2008), Safire's Political Dictionary, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-534334-2
- Salibi, Kamal Suleiman (1993), "How it all began – A concise history of Lebanon", A House of Many Mansions – the history of Lebanon reconsidered, I.B. Tauris, ISBN 1-85043-091-8, OCLC 224705916
- Schindler, J (2003), "Steamrollered in Galicia: The Austro-Hungarian Army and the Brusilov Offensive, 1916", War in History 10 (1): 27–59, doi:10.1191/0968344503wh260oa
- Shanafelt, Gary W (1985), The secret enemy: Austria-Hungary and the German alliance, 1914–1918, East European Monographs, ISBN 978-0-88033-080-0
- Shapiro, Fred R; Epstein, Joseph (2006), The Yale Book of Quotations, Yale University Press, ISBN 0-300-10798-6
- Sheffield, G (2001). Forgotten Victory: The First World War: Myths and Realities (2002 ed.). London: Headline Book Publishing. ISBN 0-74727-157-7.
- Souter, Gavin (2000). Lion & Kangaroo: the initiation of Australia. Melbourne: Text Publishing. OCLC 222801639.
- Singh, Jaspal, History of the Ghadar Movement, panjab.org.uk, diakses tanggal 31 October 2007
- Sisemore, James D (2003), The Russo-Japanese War, Lessons Not Learned, U.S. Army Command and General Staff College
- Smele, Jonathan, "War and Revolution in Russia 1914–1921", World Wars in-depth (BBC), diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2011, diakses tanggal 12 November 2009
- Speed, Richard B, III (1990), Prisoners, Diplomats and the Great War: A Study in the Diplomacy of Captivity, New York: Greenwood Press, ISBN 0-313-26729-4, OCLC 20694547
- Stevenson, David (1996), Armaments and the Coming of War: Europe, 1904–1914, New York: Oxford University Press, ISBN 0-19-820208-3, OCLC 33079190
- Stevenson, David (2004), Cataclysm: The First World War As Political Tragedy, New York: Basic Books, pp. 560pp, ISBN 0-465-08184-3, OCLC 54001282, major reinterpretation
- Stevenson, David (2005), The First World War and International Politics, Oxford: Clarendon, ISBN 0-19-820281-4, OCLC 248297941
- Gilbert, Martin (1994), First World War, Stoddart Publishing, ISBN 978-0-7737-2848-6
- Strachan, Hew (2004), The First World War: Volume I: To Arms, New York: Viking, ISBN 0-670-03295-6, OCLC 53075929: the major scholarly synthesis. Thorough coverage of 1914
- Strachan, Hew (1998), The Oxford Illustrated History of the First World War, New York: Oxford University Press, ISBN 0-19-820614-3
- Stumpp, Karl; Weins, Herbert; Smith, Ingeborg W (trans) (1997), A People on the Move: Germans in Russia and in the Former Soviet Union: 1763–1997, North Dakota State University Libraries
- Swietochowski, Tadeusz (2004), Russian Azerbaijan, 1905–1920: The Shaping of a National Identity in a Muslim Community 42, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-52245-8 , reviewed at JSTOR 1866737
- Taylor, Alan John Percivale (1963), The First World War: An Illustrated History, Hamish Hamilton, ISBN 0-39-950260-2, OCLC 2054370
- Taylor, Alan John Percivale (1998), The First World War and its aftermath, 1914–1919, London: Folio Society, OCLC 49988231
- Taylor, John M (Summer 2007), "Audacious Cruise of the Emden", The Quarterly Journal of Military History 19 (4): 38–47, doi:10.1353/jmh.2007.0331 (tidak aktif 2010-07-26), ISSN 0899-3718
- Terraine, John (1963), Ordeal of Victory, Philadelphia: J. B. Lippincott, pp. 508pp, ISBN 0-09-068120-7, OCLC 1345833
- Tschanz, David W, Typhus fever on the Eastern front in World War I, Montana State University, diakses tanggal 12 November 2009
- Tuchman, Barbara Wertheim (1962), The Guns of August, New York: Macmillan, ISBN 978-0-02-620310-4, OCLC 192333, tells of the opening diplomatic and military manoeuvres
- Tuchman, Barbara Wertheim (1966), The Zimmerman Telegram (2nd ed.), New York: Macmillan, ISBN 0-02-620320-0, OCLC 233392415
- Tucker, Spencer C (1999), European Powers in the First World War: An Encyclopedia, ISBN 0-8153-3351-X, OCLC 40417794
- Tucker, Spencer C; Roberts, Priscilla Mary (2005), Encyclopedia of World War I, Santa Barbara: ABC-Clio, ISBN 1-85109-420-2, OCLC 61247250
- Tucker, Spencer C; Wood, Laura Matysek; Murphy, Justin D (1999), The European powers in the First World War: an encyclopedia, Taylor & Francis, ISBN 978-0-8153-3351-7
- von der Porten, Edward P (1969), German Navy in World War II, New York: T. Y. Crowell, ISBN 0-213-17961-X, OCLC 164543865
- Westwell, Ian (2004), World War I Day by Day, St. Paul, Minnesota: MBI Publishing, pp. 192pp, ISBN 0-7603-1937-5, OCLC 57533366
- Wilgus, William John (1931), Transporting the A. E. F. in Western Europe, 1917–1919, New York: Columbia University Press, OCLC 1161730
- Willmott, H.P. (2003), World War I, New York: Dorling Kindersley, ISBN 0-7894-9627-5, OCLC 52541937
- Winegard, Timothy, "Here at Vimy: A Retrospective – The 90th Anniversary of the Battle of Vimy Ridge", Canadian Military Journal 8 (2)
- Winter, Denis (1983), The First of the Few: Fighter Pilots of the First World War, Penguin, ISBN 978-0-14-005256-5
- Wohl, Robert (1979), The Generation of 1914 (3 ed.), Harvard University Press, ISBN 978-0-674-34466-2
- Zieger, Robert H (2001), America's Great War: World War I and the American experience, Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield, p. 50, ISBN 0-8476-9645-6
- <Please add first missing authors to populate metadata.> (28 July 2005), "Country Briefings: Israel", The Economist, diakses tanggal 30 December 2008
- Israeli Foreign Ministry, Ottoman Rule, Jewish Virtual Library, diakses tanggal 30 December 2008
Pranala luar
Peta animasi